SKRIPSI

PENERAPAN PROSEDUR KOMPRES HANGAT KERING (BULI-BULI) UNTUK MENGHILANGKAN RASA NYERI PADA LANSIA DENGAN GASTRITIS di WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN ALLANG

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma III Kesehatan Pada Program Studi Keperawatan Politeknik                Kesehatan Kemenkes Maluku

COSTANTIA ANATJE LEUNUFNA                    
NIM.P0712032017 0044


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN                         
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI                                                                                     
TAHUN 2018

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI  ....................................................................................................................... vi
ABSTRAK      ...................................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah........................................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah.................................................................................................... 4
C.    Tujuan Penelitian..................................................................................................... 5
D.   Manfaat Penelitian................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.   Asuhan Keperawatan................................................................................................ 6
B.    Konsep Lansia....................................................................................................... 12
C.    Konsep Nyeri......................................................................................................... 22
D.   Konsep Terapi Kompres......................................................................................... 25

BAB III METODOLOGI PENULISAN
A.   Rancangan Studi Kasus.......................................................................................... 27
B.    Subjek Studi Kasus................................................................................................ 27
C.    Fokus Studi............................................................................................................ 28
D.   Defenisi Operasional.............................................................................................. 28
E.    Tempat dan Waktu................................................................................................. 28
F.    Pengumpulan Data................................................................................................. 29
G.   Penyajian Data....................................................................................................... 29
H.   Etika Studi Kasus .................................................................................................. 29

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil Studi Kasus................................................................................................... 31
B.    Pembasahan........................................................................................................... 34
C.    Keterbatasan Penelitian.......................................................................................... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan .......................................................................................................... 38
B.    Saran..................................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Gerontologi merupakan studi ilmiah tentang efek penuaan dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan pada manusia meliputi aspek biologis, fisiologis, psikososial, dan spiritual dari penuaan.
            Penuaan merupakan proses yang normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2007)
            Lanjut usia yaitu suatu anugerah yang dapat dialami oleh seseorang apabila orang tersebut memiliki umur panjang (Tamher, 2009)
            Menurut UU No 13 Tahun 1998 disebutkan bahwa seseorang dikatakan lanjut usia apabila mereka mencapai umur 60 Tahun ke atas (Maryam & dkk,2008), setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup terakhir dimana pada masa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (Nugroho, 2000).
            Jumlah lansia di Amerika sejak tahun 1950 yang berusia 60 tahun keatas telah bertambah dua kali lipat dan penduduk lansia yang lemah berusia 80 tahun keatas telah bertambah lebih dari empat kali lipat. Pada tahun 2035 seperlima bahkan mungkin seperempat dari seluruh penduduk.  Amerika akan berusia 60 tahun atau lebih pada  tahun 2050 kemungkinan satu dari tiga penduduk Amerika akan berusia lebih dari 55 tahun dan satu dari lima penduduk akan berusia diatas 65 tahun. Pertumbuhan yang paling cepat di Amerika adalah kelompok umur 85 tahun keatas (Stanley, 2007)
            Penduduk Indonesia pada tahun 1994 jumlah lansia yang berusia 65 tahun keatas sebesar 7,5 juta jiwa sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 11 juta jiwa (Tamher, 2007).
            Seiring dengan bertambahnya usia, fisiologis lansia akan menurun.  Perubahan fisiologis pada lansia meliputi : penurunan kemampuan saraf, dimana pada indra pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman mengalami penurunan. Penurunan ini akan mengakibatkan penurunan pula pada system pencernaan, saraf, pernafasan, endokrin, kardiovaskuler hingga kemampuan muskulus keletal.
            Dalam tubuh manusia banyak terdapat sistem yang saling kerja sama dalam mempertahankan kehidupan. sistem pencernaan merupakan salah satu sistem yang penting dalam tubuh karena hasilnya berupa energi yang sangat penting dalam proses metabolisme dan kelangsungan hidup setiap sel di tubuh.
            Dalam system pencernaan banyak organ-organ yang penting salah satunya adalah lambung. Di lambung nantinya terjadi pemecahan dan penyerapan karbohidrat dan lapisan mukosa lambung menghasilkan asam lambung (HCL) yang dalam kadar normalnya fungsinya sangat penting.
            Lambung atau (gaster) bisa mengalami kelainan seperti peradangan pada dinding lambung (Gastritis) jika pola hidup seperti pola makan dan diet yang tidak normal atau mengkonsumsi jenis obat-obatan bisa mengakibatkan gastritis atau maag.
            Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau local (patofisiologi, Sylvia A price hal 422). Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai diklinik atau ruangan penyakit dalam pada umumnya. Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak lima sampai enam tahun ini dan menyerang laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Secara garis besar gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis. Berdasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Masalah yang sering timbul pada gastritis umumnya mengalami masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri.
            Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa Negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka kejadian gastritis di dunia diantaranya Inggris 22 %, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan perancis 29,5 %. Di dunia insiden gastritis sekitar 1,8 – 2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansial lebih tinggi dari pada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Gastritis biasanya dianggap suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita. Presentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.393 kasus dari 238.452.952 jiwa (Kurnia Rahmi, 2011). Menurut data dinas Provinsi Maluku pada tahun 2014 penyakit gastritis termasuk sepuluh penyakit besar urutan ke empat dengan jumlah 20123 kasus dari jumlah penduduk 1.657.409. Data Gastritis di wilayah kerja Puskesmas Perawatan  Allang pada tahun 2016 adalah 288  kasus dari jumlah penduduk 9897 jiwa. Sedangkan pada tahun 2017 adalah  274 kasus dari jumlah penduduk 9852 jiwa.
            Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan, harus memahami dan memberikan peran dan asuhan yang tepat seperti halnya pada klien dengan gangguan system pencernaan ( gastritis).
            Menurut Isticomah 2017 banyak cara untuk menghilangkan atau menurunkan nyeri baik, secara farmakologis maupun nonfarmakologi. Manajemen nonfarmakologis lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping seperti obat-obatan karena terapi nonfarmakologi menggunakan proses fisiologis tubuh. Manajemen nyeri yang sering diberikan untuk mengurangi nyeri antara lain dengan menggunakan teknik distraksi, relaksasi, stimulasi kulit, masase punggung, kompres dingin dan kompres panas ( Permata Sari dan Susilowati, 2016). Kompres panas salah satunya dapat dilaksanakan dengan  menggunakan menggunakan kantong air panas (buli-buli panas) (Steven & dkk 1999).
            Pemberian kompres panas berperan untuk meredekan nyeri local, kaku, atau rasa nyeri terutama di otot dan sendi, membantu memulihkan luka, mengurangi inflamasi dan infeksi membuat klien yang menggigil menjadi lebih nyaman , meningkatkan suhu tubuh untuk membantu mempertahankan normotermia, meningkatkan drainase ( menarik materi yang terinfeksi keluar dari luka ) ( Rosdahi & Kowalski, 2014).
            Menurut isticomah (2007) kompres panas merupakan tindakan untuk mengurangi nyeri dengan memberikan energi panas melalui proses konduksi. Kompres panas adalah memberikan rasa panas pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan panas pada bagian tubuh yang memerlukan ( Permata Sari & susilowati, 2016 ).
            Menurut Smeltzer & Bare (2005) kerja kompres panas dengan menggunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang ( Permata Sari & Susilowati, 2016).
            Menurut Runiari & Surinati (2012) dengan pemberian kompres panas dapat menimbulkan efek panas serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan yang dapat menyebabkan terlepasnya endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Menurut Potter & Perry ( 2006 ) kompres panas juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel, dan merelaksasikan otot sehingga nyeri yang dirasakan berkurang (Ndede & dkk, 2015).
            Pemberian kompres panas pembuluh - pembuluh darah melebar sehingga akan memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran sat asam dan bahan makanan ke sel - sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki, jadi akan timbul proses pertukaran yang lebih baik sehingga aktivitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan radang ( Steven & dkk, 1999).
            Menurut Price (2006) nyeri merupakan salah satu manifestasi klinis yang terjadi pada pasien gastritis. Nyeri yang dirasakan adalah nyeri uluhati atau nyeri epigastrium. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang actual dan potensial ( Supetran, 2016 ). Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi dan kegiatan - kegiatan yang bisa dilakukan ( Engram,1998 ). Nyeri merupakan masalah yang memiliki prioritas tinggi dan menandakan bahaya fisiologis dan psikologis bagi kesehatan dan pemulihan ( Kozier & dkk, 2010 ).
            Nyeri merupakan sinyal distress tubuh sangat sulit diabaikan. Nyeri adalah salah satu alasan yang paling sering menyebabkan masyarakat pergi ke pelayanan kesehatan. Masyarakat mencoba banyak obat untuk meredakan nyeri seringkali tanpa keberhasilan (Rosdahi & Kowalski, 2014).
            Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang penerapan prosedur kompres hangat kering ( buli – buli panas ) untuk menghilangkan rasa nyeri pada lansia dengan gastritis di wilayah kerja Puskesmas perawatan Allang.

1.2  Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi Rumusan Masalah adalah bagaimana menerapkan prosedur kompres hangat kering ( buli – buli ) untuk menghilangkan rasa nyeri pada lansia dengan gastritis di wilayah kerja Puskesmas perawatan Allang.

1.3  Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan dari penulis Proposal KTI adalah untuk melakukan penerapan prosedur kompres hangat kering ( buli – buli ) untuk menghilangkan rasa nyeri pada lansia dengan gastritis di wilayah kerja Puskesmas perawatan Allang.

1.4  Manfaat Penulisan
            Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat :
1.4.1        Bagi Masyarakat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat , terutama lansia dengan gastritis agar dapat mencegah komplikasi lanjut dari penyakit – penyakit akibat gastritis.
1.4.2        Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan.
Menambah keluasan ilmu dan teknologi dalam penerapan prosedur kompres hangat kering ( buli – buli ) untuk menghilangkan rasa nyeri pada lansia dengan gastritis.
1.4.3        Bagi Penulis.
Memperoleh kemampuan melakukan riset kualitatif serta menambah pengalaman penulis dalam penulisan di bidang keperawatan mengenai penerapan prosedur kompres hangat kering ( buli – buli ) untuk menghilangkan rasa nyeri pada lansia dengan gastritis.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gastritis
2.1.1        Pengkajian Keperawatan (Efrata, 2017)
            Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Data yang berasal dari pasien ( data primer ), data yang berasal dari keluarga (data sekunder ) dan data dari catatan yang ada ( data tersier ). Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan melihat catatan medis, adapun data yang diperlukan pada lansia dengan gastritis adalah sebagai berikut.
2.1.1.1  Data Dasar
Adapun data dasar yang dikumpulkan meliputi :
1)      Identitas Pasien
      Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit dan diagnosa medis.
2)      Riwayat Kesehatan Sekarang
      Riwayat kesehatan sekarang meliputi perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan pasien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri gastritis.
3)      Riwayat Kesehatan Masa lalu
      Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang berhubungan dengan gastritis, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit dan riwayat pemakaian obat.


4)      Riwayat Kesehatan Keluarga
      Riwayat kesehatan keluarga meliputi adakah keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, jantung, DM, dan lain-lain.
5)      Riwayat Psikososial
      Riwayat psikososial meliputi mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara pasien menerima keadaannya.
6)      Pola Kebiasaan Sehari – hari
      Pola kebiasaan sehari – hari pada lansia dengan gastritis meliputi cairan, nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur aktivitas dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
2.1.1.2  Pemeriksaan Fisik
            Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan menggunakan empat teknik yaitu palpasi, inspeksi, auskultasi dan perkusi. Menurut Doenges ( 2000 ) adapun hasil hasil pengkajian yang didapat dari hasil pemeriksaan pasien gastritis antara lain :
1)      Aktivitas/Istirahat
Gejala : lemah, lemas, gangguan pola tidur, dan istihat, kram abdomen, nyeri uluhati.
Tanda : nyeri uluhati saat istirahat.
2)      Sirkulasi
Gejala : keringat dingin ( menunjukan status syok ), nyeri akut, respon psikologik.
3)      Eliminasi
Gejala : bising usus hiperaktif atau hipoaktif, abdomen teraba keras, distensi perubahan pola BAB.
Tanda : feses encer atau bercampur darah ( melena ) , bau busuk, konstipasi.

4)      Integritas Ego
Gejala : stress ( keuangan, hubungan kerja), perasaan tidak berdaya.
Tanda : ansietas misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar.
5)      Makanan dan Cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah, nyeri uluhati, kram pada abdomen, sendawa bau busa, penurunan bau badan.
Tanda : membrane mukosa kering, muntah berupa cairan yang berwarna kekuning-kuningan, distensi abdomen, kram pada abdomen.
6)      Neorosensorik
Gejala : pusing, pandangan berkunang-kunang, kelemahan pada otot.
Tanda : lethargi, disorientasi  ( mengantuk ).
7)      Nyeri /Kenyamanan
Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan cara PQRST (Hidayat, 2006)
P (Pemacu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q (Quality) dari nyeri seperti apakah rasa tajam , tumpul, atau tersayat.
R (Ragion) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri
T (Time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Gejala : nyeri epigastrium  kiri samping tengah atau ulu hati, nyeri yang digambarkan sampai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih.
Tanda : meringis, ekspresi wajah tegang.
8)      Pernafasan
Gejala : sedikit sesak
9)      Penyuluhan
Gejala : faktor makanan, pola makan yang tidak teratur, diet yang salah, gaya hidup yang salah.

2.1.2        Diagnosa Keperawatan ( SDKI, 2016 )
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis ( inflamasi lambung ).
Defenisi
            Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Gejala dan tanda mayor
Data Subjektif                                                 Data Objektif
1.      mengeluh nyeri                                         1.Tampak meringis
                                                                  2.Gelisah
                                                                  3.Frekuensi nadi meningkat
                                                                  4.Sulit tidur
            Gejala dan tanda minor
            Data subjektif                                                  Data Objektif
            ( tidak tersedia )                                              1.Nafsu makan berubah
                                                                                    2.Diaforesis (berkeringat)
2.      Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ( stress, keengganan untuk menelan ).
Defenisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
      Gejala dan tanda mayor
      Data Subjektif                                                 Data Objektif
      ( tidak tersedia )                                              1.Berat badan menurun                                                                          minimal 10% dibawah                                                                        rentang ideal.
      Gejala dan tanda minor
      Data Subjektif                                                 Data Objektif
      1.Cepat kenyeng setelah makan                      1.Bising usus hiperaktif
      2.Kram / nyeri abdomen                                 2.Membran mukosa pucat
      3.Nafsu makan menurun

3.               Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ( infeksi )
Definisi
      Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
      Gejala dan tanda mayor
      Data Subjektif                                                 Data Objektif
      ( tidak tersedia )                                              1.Suhu tubuh diatas nilai                                                                       normal
     
      Gejala dan tanda minor
      Data Subjektif                                                 Data Objektif
      ( tidak tersedia )                                              1.Kulit merah
                                                                              2.Kejang
                                                                              3.Kulit terasa hangat

4.      Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan
Defenisi
            Beresiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan, cairan dari intravaskuler, interstisial atau intraseluler.
5.                  Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.
 Defenisi
            Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.
      Gejala dan tanda mayor
      Data Subjektif                                                 Data Objektif
      1.Menanyakan masalah yang dihadapi.          1.Menunjukan perilaku                                                                          tidak sesuai anjuran
                                                                              2.Menunjukan persepsi                                                                          yang keliru terhadap                                                                           masalah

      Gejala dan tanda minor
      Data Subjektif                                                Data Objektif
      ( tidak tersedia )                                              1.Menjalani pemeriksaan                                                                       yang tidak tepat
                                                                              2.Menunjukan perilaku                                                                          berlebihan ( mis .apatis,                                                                      bermusuhan, agitasi,                                                                  histeria )

2.1.3        Intervensi Keperawatan
Tabel 1 Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Keperawatan
( SDKI, 2016 )
Tujuan dan Kriteria Hasil
( Noc )
Intervensi keperawatan
( Nick )
1.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis ( inflamasi lambung )
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria :
1.)    Mengetahui faktor penyebab nyeri.
2.)    Mengetahui permulaan terjadinya nyeri

3.)    Menggunakan tindakan pencegahan.
4.)    Melaporkan gejala.
5.)    Melaporkan kontrol nyeri.

1.       Melakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri.
2.       Observasi ketidaknyamanan nonverbal.
3.       Ajarkan teknik nonfarmakologi misalnya : relaksasi ,guideimageri, terapi musik, distraksi.
4.       Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan misalnya : suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan.
5.       Kolaborasi : pemberian analgetik.
2.
Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ( stress, keengganan untuk makan )
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
1.       Pertahankan berat badan dalam batas normal. Berat badan ideal :
Rumus : 8+2n, n (umur)
Rumus: status nutrisi = BBx100%
2.       Toleransi terhadap diet yang dianjurkan pasien mau makan minimal habis ½ porsi, nafsu makan baik.
3.       Melaporkan tingkat energy keadekuatan
4.       Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
5.       Nilai Laboratorium misalnya albumin dan globulin dalam batas normal.
Albumin normal: 3,5-5,3gr/dl
Globulin normal: 2,7-3,2gr/dl

1.       Kaji makanan yang membuat klien alergi.
2.       Tentukan makanan kesukaan klien.
3.       Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak
4.       Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan berprotein dan asupan vitamin C
5.       Hindari makanan pedas asam atau berminyak
6.       Monitor jumlah pemasukan nutrisi kalori
7.       Kolaborasi:
a.       Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kebutuhan kalori dan protein.
b.       Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap.
3.
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ( infeksi
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal dengan kriteria :
  1. suhu tubuh dalam rentang normal
  2. menjelaskan tindakan untuk mengurangi peningkatan suhu tubuh
  3. tidak ada perubahan warna kulit
  4. denyut nadi normal
  5. respirasi normal
  6. cairan
urin output
1-3 tahun=500-600ml,
3-5 tahun=600-700ml,
5-8 tahun=700-1000ml,
8-14tahun=800-1400ml, 14-18 tahun=1500ml
seimbang ( intake dan output ) dalam 24 jam.
  1. Tekanan darah dalam batas normal
  1. Observasi  tanda-tanda vital
  2. Berikan minuman peroral
  3. Kompres dengan air hangat
  4. Kolaborasi pemberian antipiretik
  5. Monitor masuk dan keluar cairan dalam 24 jam.
4.
Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada tanda – tanda kekurangan volume cairan. Dengan kriteria hasil :
  1. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
  2. Tidak terlihat mata cekung
  3. Kelembaban kulit dalam batas normal
  4. Membrane mukosa lembab
  5. Berat badan stabil
  1. Timbang popok jika diperlukan
  2. Pertahankan intake dan output yang akurat
  3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi, adekuat, tekanan darah )
  4. Monitor vitalsign
  5. Dorong masukan oral
  6. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
  7. Kolaborasi :
-          Pemberian cairan IV
-          Pemberian transfusi darah jika diperlukan.

2.1.4        Implementasi Keperawatan
            Grindle Mulyadi ( 2015 : 47 )”menyatakan implementasi merupakan proses umum tindakan administrative yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.
            Sedangkan Horn ( Tahir, 2014 : 55 ) mengartikan implementasi sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan oleh baik individu – individu atau pejabat – pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang di arahkan pada pencapaian tujuan – tujuan yang telah digariskan dalam kebijakan.
            Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan dan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.
            Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap pendekatan yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Sedangkan interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter. Keterampilan yang harus dipunyai perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor.
            Dalam melakukan tindakan khususnya pada pasien gastritis yang harus diperhatikan adalah pola nutrisi meliputi frekuensi makan, porsi makan, waktu makan, jenis makanan, keseimbangan cairan, skala nyeri pasien, serta melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien gastritis.

2.1.5        Evalusi Keperawatan
            Menurut doengoes ( 2000 ) evaluasi adalah tingkatan intelektual untuk melengkapi proses keparawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai atau belum. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi yang diakukan adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil ( Efrata, 2017 ). Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan  segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektivitasan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan ( Efrata, 2017 ).
            Adapun evaluasi dari diagnose keperawatan gastritis secara teoritis adalah menghindari makan makanan pengiritasi atau minuman yang mengandung kafein atau alcohol, mempertahankan keseimbangan cairan meliputi mentoleransi terapi intravena sedikitnya 1,5 liter setiap hari, minum 6-8 gelas air setiap hari, mempunyai keluaran urin kira-kira 1 liter setiap hari, menunjukan turgor kulit yang adekuat, melaporkan nyeri berkurang, mematuhi program pengobatan meliputi, memilih makanan dan minuman bukan pengiritasi, menggunakan obat-obatan sesuai resep ( Smeltzer & Bare, 2001)

2.2  Konsep lansia
2.2.1        Defenisi
            Lanjut usia adalah seseorang yang apabila usianya 65 tahun keatas. Usia lanjut bukan merupakan suatu penyakit namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress, lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai dengan kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual ( Efendi, 2009 )
2.2.2        Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam ( 2008 ) ada lima klasifikasi lansia yaitu :
a.       Pralansia
Seorang yang berusia 45-59 tahun
b.      Lansia
Seorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c.       Lansia resiko tinggi
Seorang yang berusia 70 tahun atau lebih
d.      Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang atau jasa
e.       Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Menurut WHO dalam Nugroho ( 2000 ) lanjut usia meliputi :
a.       Usia pertengahan ( middle age ) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
b.      Usia lanjut (eldery ) antara 65-74 tahun
c.       Usia lanjut tua ( old ) antara 75-90 tahun
d.      Usia sangat tua ( very old ) diatas 90 tahun

2.2.3        Tipe lansia
            Menurut Maryam ( 2008 ), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, konisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)      Tipe arif bijaksana
            Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, darmawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b)      Tipe mandiri
            Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c)      Tipe tidak puas
            Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut
d)      Tipe pasrah
            Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
e)      Tipe bingung
            Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
2.2.4        Karakteristik Lansia
Menurut ( Keliat, 1999 dalam Maryam 2008 ), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.       Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan )
b.      Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive.
c.       Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.3  Konsep nyeri
2.3.1        Pengertian
            Nyeri merupakan kondisi perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatnya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya ( Hidayat, 2006 )

2.3.2        Fisiologi nyeri (Kozier & dkk, 2010 )
a.       Nosisepsi
System saraf tepi meliputi saraf sensorik yang khusus mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimia. Proses fisiologis yang berhubungan dengan presepsi nyeri digambarkan sebagai nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsis : transduksi, transmisi, presepsi, madulasi.
b.      Transduksi
Selama fase transduksi stimulus berbahaya ( cedera jari tangan ) memicu pelepasan mediator biokimia ( misalnya prostaglandin, bradikinin, serotinin, histamine, zat P ) yang mensensitisasi nesiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini dengan menghambat produksi prostaglandin ( misalnya ibuprofen ) atau dengan menurunkan gerakan ion-ion menembus membran sel (anastesis local).
c.       Transmisi
Proses nosisepsi kedua, tranmisi nyeri, meliputi tiga segmen ( McCaffery & Pasero, 1999 ). Selama segmen pertama, implus nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke madula spinalis . zat   P bertindak sebagai sebuah neorotransmiter yang meningkatkan pergerakan impuls mnyebrangi sinaps saraf dari neuron afferent primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis. Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula spinal : serabut C yang mentransmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan dan serabut A-delta, yang mentransmisikan nyeri tajam dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula spinalis dan asendens, melalui trakstus spinotalamikus, kebatang otak dan thalamus. Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara thalamus ke korteks sensorik somatik tempar terjadinya presepsi.
d.      Presepsi
Proses ketiga, presepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri diyakini bahwa presepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang memungkikan strategi kognitif perilaku yang berbeda dipakai untuk mengurangi komponen sensorik dan efektif nyeri ( McCaffery & pasero, 1999, hal 22 ) misalnya intervensi nonfarmakologi dapat membantu mengalihkan perhatian klien dari nyeri.
e.       Modulasi
Seringkali digambarkan sebagai “system desendens” proses keempat ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis medula spinalis ( paice, 2002, halm 75 ). Serabut desendens ini melepaskan zat seperti opoid endogen, serotonin dan norepineprin, yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya ( menyakitkan ) di kornu dorsalis. Namun neurotransmitter ini diambil kembali oleh tubuh yang membatasi kegunaan analgesiknya (McCaffery & Pasero, 1999 ). Klien yang mengalami nyeri kronik dapat  diberi resep antidepresen trisiklik, yang menghambat ambilan kembali norepineprin dan serotonin. Tindakan ini meningkatkan fase modulasi yang membantu menghambat naiknya stimulus yang menyakitkan.

2.3.3        Tipe nyeri (Kozier & dkk, 2010 )
Nyeri dapat digambarkan dalam hal durasi, lokasi atau etiologinya meliputi
a.       Nyeri akut, baik nyeri memiliki awitan mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intensitasnya.
b.      Nyeri kronik berlangsung lama biasanya bersifat kambuhan atau menetap selama 6 bulan atau lebih dan mengganggu fungsi tubuh.
Nyeri dapat dikategorikan sesuai dengan asalnya
a.       Nyeri kutaneus, berasal dikulit atau jaringan subkutan. Teriris kertas yang menyebabkan nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar aalah sebuah contoh nyeri kutaneus.
b.      Nyeri somatik profunda berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf. Nyeri somatik profunda menyebar dan cenderung berlangsung lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus. Keseleo pergelangan kaki adalah contoh nyeri somatic profunda.
c.       Nyeri viseral, berasal dari stimulasi preceptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeri viseral cenderung menyebar dan seringkali terasa seperti nyeri somatic profunda yaitu rasa terbakar, nyeri tumpu atau merasakan tertekan. Nyeri viseral seringkali disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemia atau spasme otot misalnya obstruksi usus akan menyebabkan nyeri viseral.
Nyeri juga dapat digambarkan sesuai dengan tempat dilaksanakannya nyeri tersebut ditubuh.
a.       Nyeri menjalar, dirasakan di sumber nyeri dan meluas di jaringan –jaringan sekitarnya misalnya nyeri jantung tidak hanya dirasakan di dada tetapi juga dirasakan disepanjang bahu kiri dan turun ke lengan.
b.      Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan nyeri misalnya nyeri yang berasal dari sebuah bagian visera abdomen dapat dirasakan di suatu area kulit yang jauh dari organ yang menyebabkan rasa nyeri.
c.       Nyeri tidak tertahankan adalah nyeri yang sangat sulit untuk diredakan salah satu contohnya adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut.
d.      Nyeri neuropatik adalah nyeri akibat kerusakan sistem saraf tepi atau sistem saraf pusat dimasa kini atau dimasa lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah stimulus seperti kerusakan jaringan atau saraf untuk rasa nyeri.
e.       Nyeri bayangan yaitu sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah hilang ( misalnya kaki yang telah di amputasi ) atau yang lumpuh akibat cedera tulang belakang adalah sebuah contoh neuropatik. Ini dapat dibedakan dari sensasi bayangan yaitu perasaan bahwa bagian tubuh yang telah hilang masih ada. Insiden nyeri bayangan dapat dikurangi jika analgesik diberikan melalui kateter epidural sebelum amputasi
2.3.4        Faktor yang mempengaruhi presepsi nyeri ( Rosdahi & Kowalski, 2014 )
a.       Ambang batas nyeri adalah intensitas stimulus terendah yang menyebabkan subjek mengenali nyeri ( Taylor, Lilis, LeMone & Lynn, 2008 ).
b.      Toleransi nyeri menunjukan poin ketika seseorang tidak lagi dapat menahan nyeri.
2.3.5        Pengukuran nyeri
            Menurut Jensen et.al (1986 ) Littmannet.et.al (1985 ) pengukuran nyeri menggunakan numerical ratinge scale (NERS) adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyeri pada skala 0-10. Angka 0 berarti “tidak nyeri” dan 10 “nyeri sangat hebat” dokter atau terapis dapat memperoleh data utama yang berarti kemudian digunakan skala tersebut pada setiap pengobatan berikutnya untuk memonitor apakah terjadi kemajuan. Skala ini sangat sederhana dan cocok untuk beragam pasien dari pada skala lainnya ( Sudaryanto & dkk, 2003 ) Numerical rating scale (NERS) dianggap sederhana dan mudah dimengerti namun kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik ( Yudiyanti & dkk, 2015 ).

2.4 Konsep Buli-Buli Panas
2.4.1 Pengertian
Memberikan kompres panas kering dengan menggunakan buli-buli panas ( Osca Perawat Pemasangan Buli-Buli panas, 2011 ).
2.4.2 Prinsip Fisiologi Kompres Panas
                  Menurut isticomah ( 2007 ) kompres panas merupakan tindakan untuk mengurangi nyeri dengan memberikan energi panas melalui proses konduksi. Kompres panas adalah memberikan rasa panas pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan panas pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian kompres dilakukan pada bagian radang persendian, kejang otot, perut kembung, dan kedinginan (Permata Sari & Susilowati, 2016 )
                  Menurut Smeltzer & Bare (2005) kerja kompres panas dengan menggunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli kedalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang ( Permata Sari & Susilowati, 2016 ).
                  Menurut Runiari & Surniati (2012) pemberian kompres panas dapat menimbulkan efek panas serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan yang dapat menyebabkan terlepasnya endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri  (Ndede & dkk, 2015). Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kutenus akan merangsang serabut-serabut saraf perifer untuk mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medulla spinalis, saat impuls yang dibawah oleh serabut A-beta mendominasi maka mekanisme gerbang akan menutup sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan ke otak (Presetyo, 2010).
                  Menurut Potter & Perry (2006) kompres panas juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan otot sehingga nyeri yang dirasa berkurang (Ndede & dkk, 2015).
   Dengan pemberian kompres panas, pembuluh-pembuluh darah melebar sehingga akan memperbaiki peredaran darah didalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki, jadi akan timbul proses pertukaran yang lebih baik sehingga aktivitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan radang (Steven & dkk, 1999).
2.4.3 Tujuan (Teaching, 2016)
a.  memperlancar sirkulasi darah
b.  mengurangi rasa sakit
c.  menurunkan suhu tubuh
d. memberikan kenyamanan dan rasa hangat
e. mencegah terjadinya kejang demam
f. merangsang peristaltic usus
g. merangsang pengeluaran getah radang
2.4.4 Kebijakan (Teaching, 2016)
a. Pasien dengan perut kembung
b. pasien yang kedinginan akibat : iklim, akibat nerkose dan hipotermi
c. pasien dengan radang : radang persendiaan
d. kejang otot
e. Abses, hematom (bengkak akibat suntikan)
2.4.5 Peralatan (Osca Perawat Pemasangan Buli-Buli panas, 2011)
a. WWZ dan sarungnya
b. perlak dan alasnya
c. termos berisi air panas
d. thermometer air
e. Lap kerja

2.4.6 Prosedur Pelaksanaan (Teaching, 2016)
a. Tahap prainteraksi
   1)  mengecek program terapi
   2) mencuci tangan
   3) menyiapkan alat
b. Tahap Orientasi
     1) memberikan salam kepada pasien dan sapa nama pasien
     2) menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
     3) menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
c. Tahap Kerja
  1) Menjaga privacy pasien
  2) Bawa alat kedekat pasien
  3) Pakai sarung tangan
  4) Pasang perlak/pengalas dibawah area yang akan diberikan kompres.
  5) Periksa Buli-Buli panas apakah bocor atau tidak dengan cara:
a) membalikan mulutatau tempat memasukan air kemudian lihat apakah terjadi kebocoran  / tidak (kalau bocor air akan keluar dari penutupnya).
b) dengan meremas dan lihat apakah ada keluarnya udara bersamaan dengan tetesan air atau tidak.
6) Lakukan pemanasan terlebih dahulu buli-buli  panas dengan cara mengisi terlebih   dahulu air panas daan mengencangkan sekrupnya ( penutup).
7) Kemudian membalikan posisi buli-buli panas berulang kali lalu dikosongkan kembali.
8) Siapkan dan ukur air panas yang akan diberikan dengan thermometer air ( ± 50-60▫ c)
9) isi buli-buli panas kembali dengan air panas ± ½ bagian, lalu keluarkan udara dengan cara :
a)                     Meletakan buli-buli panas diatas meja atau tempat yang datar
b)      Melipat bagian atas buli-buli panas sampai kelihatan permukaan air dileher atau dimulut buli-buli panas
c)      Menutup buli-buli dengn bnar dan rapat
10)  Periksa sekali lagi apakah ada kebocoran atau tidak, lalu keringkan dengan lap kerja atau tisu dan masukan ke dalam sarungnya
11)  Bawa buli-buli panas ke dekat pasien dan letakan/pasang pada area yang memerlukan.
12)  Setelah selesai diberikan, kaji secara teratur kondisi pasien untuk kelainan yang timbul misalnya kemerahan, ketidaknyamanan, kebocoran dan sebagainya.
13)  Ganti buli-buli panas setelah 20 menit pemberian ( sesuai kebutuhan).
14)  Rapikan pasien dan lingkungan, bantu atur kembali ke posisi yang nyaman

d. Tahap terminasi
a. melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
b. berpamitan dengan pasien
c. membereskan alat-alat
d. buka sarung tangan, cuci tangan
e. mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

2.4.7 hal-hal yang harus diperhatikan (Teaching, 2016)
      a. water warm Zack (buli-buli panas) tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien yang terjadi perdarahan
b. jika buli-buli panas pada bagian perut, tutup buli-buli diarahkan keatas atau ke samping
     c. jika dipasang pada bagian ekstremitas bawah, penutup buli-buli panas menghadap kebawah atau kesamping.
      d. buli-buli diperiksa kembali, harus ada cincin kater (secrup) pada penutupnya
   e. yang paling penting pada saat pemberian apabila terlalu panas dan harus diberikan sebaiknya menggunakan pengalas atau pembungkus kain yang telah disiapkan.



BAB III
METODE PENELITIAN


3.1  Rancangan Studi kasus
         Karya tulis menggunakan desain studi kasus deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus menurut Nasution (2003) penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka dan menafsirkan pendapat mereka tentang dunia sekitar.
           Penulisan dilakukan bertujuan untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan gastritis di Puskesmas perawatan Allang.
3.2   Subjek Studi Kasus
           Terdiri dari dua klien yang diamati dengan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu :
1.      Kriteria inklusi
a.       Lansia  yang mengalami gastritis
b.      Lansia yang bersedia menjadi responden
c.       Lansia  yang berumur 60-74 tahun 
d.      Lansia laki-laki dan perempuan
e.       Lansia diwilayah kerja puskesmas perawatan Allang
2.      Kriteria eksklusi
a.       Klien yang mengalami nyeri bukan disebabkan oleh gastritis
b.      Klien yang tidak sadarkan diri
c.    Klien dengan komplikasi
3.3   Fokus Studi
         Penerapan prosedur buli-buli panas untuk mengurangi nyeri pada lansia dengan gastritis.
3.4   Defenisi Operasional
1.      Pemberian buli-buli panas adalah melakukan kompres menggunakan kantong karet berisi air panas ( suhu ± 50-60 ͦ c ). Yang diletakan pada area yang mengalami nyeri. Dapat dilakukan selama 20 menit dan dapat dilakukan selama 2x sehari sesuai kebutuhan
2.      Nyeri adalah perasaan tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan, nyeri yang dimaksud adalah nyeri epigastrium.
3.      Lansia adalah sesorang yang apabila usianya 65 tahun keatas.
4.      Pasien gastritis adalah pasien yang mengalami peradangan atau inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung.
3.5   Instrumen Studi Kasus
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi dan SOP pemberian buli-buli panas. Observasi dilaksanakan dengan menggunakan daftar checklist, catatan anecdotal, catatan berkala dan skala penelitian.
1.      Observasi
a.          Daftar checklist : menggunakan daftar yang memuat nama observasi disertai jenis gejala yang diamati (format terlampir)
b.         Catatan anecdotal : mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian (fomat terlampir).
c.          Catatan berkala : mencatat gejala secara berurutan menurut waktu, namun tidak terus-menerus (format terlampir).
d.         Skala penelitian : pengukuran nyeri menggunakan numerical rating scale (format terlampir).
2.      SOP pemberian buli-buli panas (format terlampir)
3.      Langkah – langkah pengumpulan data
Dalam pengumpulan data langkah-langkah yang dilakukan yaitu
a.    Mengkaji nyeri yang dialami responden dengan PQRST.
b.   Melihat keluhan responden dan mengukur skala nyerinya    sebelum dilakukan tindakan pemberian buli-buli panas.
c.    Melakukan tindakan pemberian buli-buli panas pada daerah            yang mengalami nyeri selama 20 menit sesuai kebutuhan.
d.   Melihat kembali keluhan responden dan mengukur skala     nyerinya.
e.    Melakukan evaluasi
3.6   Metode pengumpulan data
               Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus yaitu data dikumpul dengan cara biofisiologis ( pengukuran yang berorientasi pada dimensi fisiologis manusia, baik invivo maupun invitro).
3.7     Tempat dan Waktu
1.Tempat Penelitian
      Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di wilayah kerja            puskesmas perawatan allang.
2.      Waktu Penelitian
      Waktu pelaksanaan penelitian akan berlangsung selama 1 bulan      dimulai dari bulan mei sampai bulan juli 2018.

3.8     Analisis Data dan  Penyajian Data
        Data disajikan secara tekstular/narasi dan tabular disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subjek studi kasus yang merupakan data pendukungnya.

3.9      Etika Studi Kasus
               Pertimbangan etik dalam penelitian ini dilaksanakan dengan memenuhi prinsip-prinsip the five right of human subjects in research  (Macnee, 2004).
 lima hak tersebut meliputi : 
1.   Hak untuk self determination, klien memiliki otonomi dan hak untuk membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk berpartisipasi atau  tidak dalam penelitian ini atau untuk mengundurkan diri dari penelitian.
2.   Hak untuk privacy dan diginity, berarti bahwa klien memiliki hak untuk dihargai tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang dilakukan terhadap mereka serta untuk mengontrol kapan dan bagaimana informasi tentang mereka dibagi dengan orang lain.
3.   Hak anonymity dan confidentiality, maka informasi yang didapat dari klien harus dijaga dengan sedemikian rupa sehingga informasi individu tertentu tidak bisa langsung dikaitkan dengan klien, dan klien juga harus dijaga kerahasiaan.
4.   Hak terhadap penanganan yang adil memberikan individu hak yang sama untuk dipilih atau terlibat dalam penelitian tanpa diskriminasi dan diberikan penenganan yang sama dengan menghormati seluruh persetujuan yang telah disepakati.
5.   Hak untuk mendapat perlindungan dari ketidaknyamanan dan kerugian mengharuskan agar klien dilindungi dari eksploitasi dan peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk meminimalkan bahaya atau kerugian suatu penelitian. Pada penelitian ini untuk memahami hak-hak tersebut peneliti memberikan informed consent yang memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi kesediaan klien berpartisipasi dalam penelitian pada berbagai tahap dalam proses penelitian. Maksud dari informed consent agar klien dapat membuat keputusan yang dipahami dengan benar beerdasarkan informasi yang tersedia dalam dokumen informed consent. Klien diberikan penjelasan singkat tentang penelitian yang meliputi tujuan penelitian, prosedur penelitian, durasi ketertiban klien, hak-hak klien dan diharapkan dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. klien yang menyatakan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini kemudian menandatangani lembar persetujuan.



BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil studi kasus
Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Anggrek RSUD Masohi dengan 2 responden penelitian dan selama 2 hari, mulai tanggal 9 April-10 April 2018 dan 30 Mei-31 Mei 2018. Sebelum hasil studi kasus dijelaskan, berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang gambaran umum lokasi penelitian.
Rumah Sakit Umum Daerah Masohi (RSUD Masohi) merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang Pelayanan Kesehatan, di pimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Rumah Sakit Umum Daerah Masohi  ini berlokasi di Jl. Dr G A Siwabessy Masohi, Maluku Tengah, Indonesia. Rumah Sakit Umum Daerah Masohi (RSUD Masohi) memiliki beberapa ruangan salah satunya adalah ruangan Anggrek yang merupakan ruang Obstetri. Ruangan Anggrek merupakan tempat peneliti melakukan studi kasus. Ruang Anggrek terdapat dua kelas yaitu satu kamar bersalin dan dua bangsal yang terdiri dari bangsal post partum dan bangsal ginekologi.
Subjek studi kasus dalam penelitian ini adalah 2 orang ibu inpartu kala I fase aktif yang memenuhi kriteria inklusi dan mendapat tindakan yang sama yaitu counter pressure  dan relaksasi napas dalam. Terdiri dari 2 responden yang diberikan tindakan yang sama. Pengumpulan data dengan cara wawancara dan observasi dapat dilihat dibawah ini.
1.    Karakteristik subjek studi kasus
Ny. A usia 21 tahun, alamat waipia, pendidikan SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, status perkawinan menikah, usia kehamilan 42 minggu, HPHT 15 juni 2017, taksiran partus pada tanggal 22 maret 2018, Ny. A mengikuti kelas prenatal.
Ny. D usia 27 tahun, alamat sugiarto, pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, status perkawinan menikah, usia kehamilan 40 minggu, HPHT 27 Agustus 2017, taksiran partus pada tanggal 04 maret 2018, Ny. A mengikuti kelas prenatal.
2.    Riwayat persalinan sekarang
Ny. A mulai partus pada tanggal 09 april 2018 dengan tanda dan gejala mengeluhkan nyeri hebat menjalar dari pinggang ke paha, hasil pemeriksaan DJJ 153 x/mnt, lama kala I 6 jam, keadaan psikososial ibu sangat menerima kehamilannya dan menanti kelahiran sang buah hati.
Ny. D mulai partus pada tanggal 30 mei 2018 dengan tanda dan gejala mengeluhkan nyeri hebat melingkar dari perut tembus ke belakang, hasil pemeriksaan DJJ 158 x/mnt, lama kala I 8 jam, keadaan psikososial ibu sangat menerima kehamilannya dan menanti kelahiran sang buah hati.

3.    Hasil observasi his  dan ekspresi wajah sebelum dan pada saat dilakukan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam
Subjek penelitian diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam ± selama 1jam pada kala I fase aktif yang dilakukan oleh peneliti, selanjutnya keluarga dan klien diajarkan untuk dapat melakukan pengontrolan nyeri secara mandiri agar dapat diaplikasikan selama proses persalinan berlangsung.
Ny. A hasil observasi his dan ekspresi wajah sebelum diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam dimulai pada pukul 21.00 WIT intensitas his kuat, durasi 30 detik, frekuensi 2 kali, interval 20 menit, ekspresi wajah klien nampak  meringis. Selanjutnya pada pukul 21.30 WIT intensitas his kuat, durasi 40 detik, 3 kali, interval 20 menit, ekspresi wajah klien nampak meringis. Dan pada pukul 22.00 WIT intensitas his kuat, durasi 45 detik, 4 kali, interval 20 menit, ekspresi wajah klien nampak meringis. Hasil observasi his pada saat diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam didapatkan hasil yang sama dengan sebelum diberikan tindakan hanya saja perbedaan pada ekspresi wajah dimana pada saat diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam ekspresi wajah klien nampak rileks dalam menjalani proses persalinan.
Ny. D hasil observasi his dan ekspresi wajah sebelum diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam dimulai pada pukul 20.30 WIT intensitas his kuat, durasi 30 detik, frekuensi 3 kali, interval 20 menit, ekspresi wajah klien nampak  meringis. Selanjutnya pada pukul 21.00 WIT intensitas his kuat, durasi 40 detik, 3 kali, interval 20 menit, ekspresi wajah klien nampak meringis. Dan pada pukul 21.30 WIT intensitas his kuat, durasi 45 detik, 4 kali, interval 20 menit, ekspresi wajah klien nampak meringis. Hasil observasi his pada saat diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam didapatkan hasil yang sama dengan sebelum diberikan tindakan hanya saja perbedaan pada ekspresi wajah dimana pada saat diberikan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam ekspresi wajah klien nampak rileks dalam menjalani proses persalinan.
4.    Hasil pengukuran tanda-tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam
Ny. A hasil pengukuran Tanda – tanda vital sebelum dilakukan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam didapatkan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/mnt, suhu 36,50C, pernapasan 22 x/mnt. Sesudah dilakukan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam didapatkan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/mnt, suhu 36,50C, pernapasan 20 x/mnt.
Ny. D hasil pengukuran Tanda – tanda vital sebelum dilakukan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 92 x/mnt, suhu 370C, pernapasan 20 x/mnt. Sesudah dilakukan tindakan counter pressure dan relaksasi napas dalam didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 x/mnt, suhu 370C, pernapasan 20 x/mnt.
5.    Observasi pengaruh massage counter pressure untuk mengontrol nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase aktif
Ny. A respon objektif saat diberikan tindakan massage counter pressure yaitu mengerutkan dahi, memegang bagian belakang, melakukan perubahan posisi, mengeluarkan hembusan napas secara tidak teratur. Respon subjektif saat diberikan tindakan massage counter pressure merasa tenang pada saat diberikan penekanan pada sacrum,  mengeluhkan nyeri pada bagian belakang.
Ny. D A respon objektif saat diberikan tindakan massage counter pressure yaitu mengerutkan dahi, memegang bagian belakang, melakukan perubahan posisi, mengeluarkan hembusan napas secara tidak teratur. Respon subjektif saat diberikan tindakan massage counter pressure merasa tenang pada saat diberikan penekanan pada sacrum,  mengeluhkan nyeri pada bagian belakang.

6.    Observasi pengaruh relaksasi napas dalam untuk mengontrol nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase aktif
Ny. A respon objektif saat diberikan tindakan relaksasi napas dalam yaitu mengerutkan dahi, mengelus-elus perut, memegang bagian belakang, menekan bagian belakang, nyeri belum terkontrol. Respon subjektif saat diberikan tindakan relaksasi napas dalam mengeluhkan nyeri pada bagian belakang, merintih kesakitan pada pinggang belakang.
Ny. D respon objektif saat diberikan tindakan relaksasi napas dalam yaitu mengerutkan dahi, mengelus-elus perut, memegang bagian belakang, menekan bagian belakang, nyeri belum terkontrol. Respon subjektif saat diberikan tindakan relaksasi napas dalam mengeluhkan nyeri pada bagian belakang, merintih kesakitan pada pinggang belakang.
7.    Observasi pengaruh massage counter pressure dan relaksasi napas dalam untuk mengontrol nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase aktif
Ny. A respon objektif saat diberikan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam yaitu ekspresi wajah rileks, menjalani proses persalinan dengan baik, nyeri dapat terkontrol  dengan cepat. Respon subjektif saat diberikan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam yaitu klien mengatakan merasa sangat rileks saat diberikan tindakan, mengatakan merasa sangat nyaman saat dikolaborasikan kedua tindakan dan keluarga klien mengatakan merasa sangat terbantu dengan tindakan yang diajarkan dalam mengontol nyeri persalinan.
Ny. D respon objektif saat diberikan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam yaitu ekspresi wajah rileks, menjalani proses persalinan dengan baik, nyeri dapat terkontrol  dengan cepat. Respon subjektif saat diberikan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam yaitu klien mengatakan merasa sangat rileks saat diberikan tindakan, mengatakan merasa sangat nyaman saat dikolaborasikan kedua tindakan dan keluarga klien mengatakan merasa sangat terbantu dengan tindakan yang diajarkan dalam mengontol nyeri persalinan.
B.       Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan terdapat perbedaan gambaran nyeri yang dialami ibu inpartu kala I fase aktif sebelum dan pada saat dilakukan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam dimana, sebelum dilakukan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam kedua responden  mengalami nyeri menjalar dari pinggang ke paha serta nyeri melingkar dari perut tembus ke belakang dengan rata-rata nyeri yang dialami yaitu nyeri hebat. Setelah dilakukan tindakan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam selama 20 menit, setiap kontraksi muncul, nyeri persalinan yang dialami kedua responden dapat terkontrol. Dan ibu dapat menjalani proses kelahiran dengan baik dan rileks. Dari hasil perbedaan tesebut menunjukan bahwa adanya perubahan pengontrolan nyeri dimana terdapat perubahan dalam hal pengontrolan nyeri yang dialami responden sebelum dilakukan tindakan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam dan pada saat dilakukan tindakan tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam. Sehingga dari studi kasus ini dapat disimpulkan bahwa  tindakan massage counter pressure dan relaksasi napas dalam dapat berdampak terhadap pengontrolan nyeri pada ibu inpartu kala I fase aktif di  Ruang Anggrek RSUD Masohi.
Hasil penelitian studi kasus ini didukung oleh beberapa penelitian yang serupa seperti yang dilakukan oleh Erinda Frestiana (2015) tentang Aplikasi tindakan teknik counter pressure terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan persalinan kala I fase aktif di ruang VK RSUD Sukoharjo didapatkan hasil sebagaian besar petani sebelum dilakukan kompres hangat mengalami nyeri sedang. Sebagian besar ibu inpartu kala I fase aktif sesudah dilakukan tindakan massage counter pressure mengalami nyeri ringan. Berdasarkan hasil tersebut diketahui pengaruh signifikan pemberian tindakan massage counter pressure terhadap penurunan nyeri pada ibu inpartu kala I fase aktif.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Atun Raudotul Ma’rifah & Surtiningsih (2013) tentang Efektifitas tehnik counter pressure dan endorphin Massage terhadap nyeri persalinan kala 1 pada ibu bersalin di RSUD Ajibarang pada responden sebelum diberikan tindakan counter pressure yaitu didapatkan sebagian besar responden berada pada tingkat nyeri berat. Nyeri persalinan pada responden sesudah diberikan tindakan counter pressure yaitu didapatkan sebagian besar responden berada pada pada tingkat nyeri ringan. Berdasarkan uji statistik didapatkan ada pengaruh pemberian counter pressure terhadap penurunan skala nyeri pada nyeri persalinan kala I fase aktif di  RSUD Ajibarang.
C.  Keterbatasan
Penyelesaian studi kasus ini tidak terlepas dari adanya keterbatasan yang menjadi hambatan dalam penelitian studi kasus ini yakni :
1.         Keterbatasan mendapatkan pasien di RSUD Masohi sesuai kriteria inklusi dalam studi kasus ini.
2.         Waktu penelitian yang cukup lama dikarenakan keterbatasan dalam hal mendapatkan pasien



BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan yang telah diuraikan dalam BAB sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
Dari hasil penelitian yang dilakukan membuktikan terdapat perbedaan gambaran nyeri yang dialami lansia dengan gastritis sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat dimana, sebelum dilakukan tindakan kompres hangat kedua responden  mengalami nyeri uluhati dengan rata-rata nyeri yang dialami yaitu nyeri sedang. Setelah dilakukan tindakan tindakan pemberian kompres hangat selama 20 menit, nyeri yang dialami kedua responden dapat berkurang. Dari hasil perbedaan tesebut menunjukan bahwa adanya perubahan rasa nyeri dimana terdapat perubahan dalam yang dialami responden sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat. Sehingga dari studi kasus ini dapat disimpulkan bahwa  pemberian kompres hangat dapat berdampak terhadap penurunan rasa nyeri pada klien lansia dengan gastritis di Puskesmas Perawatan Alang.

B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan  yang dikemukakan di atas  maka saran yang dapat peneliti berikan antara lain :
1.      Bagi Masyarakat
Diharapkan dengan hasil penelitian studi kasus ini kiranya dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mengatasi rasa nyeri pada klien lansia dengan gastritis.
2.      Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Diharapkan dengan hasil penelitian studi kasus ini kiranya dapat menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam mengatasi rasa nyeri pada klien lansia dengan gastritis.
3.      Penulis
Diharapkan dengan hasil penelitian studi kasus ini kiranya dapat memberikan gambaran untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengimplementasikan tindakan pemberian kompres hangat bagi klien lansia dengan gastritis.




0 comments:

Posting Komentar

 
Top