PERAN EFIKASI DIRI PEGAWAI TERHADAP MUTU PELAYANAN
PADA DINAS PENDIDIKAN dan kebudayaan
KABUPATEN MALUKU TENGAH



PROPOSAL


Oleh :
JUNAIDI RUMBARA
NIM : 15230023






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SAID PERINTAH MASOHI
2018

 

PERSETUJUAN PEMBIMBING


Pembimbing penulisan proposal penelitian Saudara Junaidi Rumbara NIM 15230023 mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Said Perintah Masohi (MPI) setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi proposal penelitian yang bersangkutan dengan judul ”Peran Efisikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah memandang bahwa proposal penelitian tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat diseminarkan.

Masohi, ....................................2018
Pembimbing I




Sawal, S.Pd.I., M.Pd
Pembimbing II




Nurma Yunita Pe’uma, S.Pd.I., M.Pd

Mengetahui,

Ketua Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam




Abd. Hasan Patty, S.Pd., M.Pd
NUPN. 9921000679



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Peran Efisikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah”.
Penyusunan Proposal penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat penyusunan skripsi pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Said Perintah Masohi.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongannya dalam penyelesaian proposal penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Kepada yang terhormat:
1.      Bapak Dr. H. A. Wattiheluw, S.Sos, M.Si, M.H, selaku Ketua Yayasan Said Perintah Masohi.
2.      Bapak Hasan Patty, S.Pd., M.Pd, selaku Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, STAI-SP Masohi.
3.      Bapak Sawal, S.Pd.I., M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pendapat, koreksi dan arahannya untuk kesempurnaan proposal penelitian ini.
4.      Ibu Nurma Yunita Pe’uma, S.Pd.I., M.Pd, selaku Pembimbing II yang juga telah memberikan waktu dan arahannya untuk penyelesaian proposal penelitian ini.
5.      Seluruh dosen dan staf STAI-SP, Masohi yang banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama masa kuliah.
6.      Kepada keluarga terkasih, yang dengan tekun telah memberikan dukungan baik moril maupun materi kepada penulis.
7.      Kepada seluruh staf dan pegawai pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah yang telah membantu penulis dengan memberikan data guna penyelesaian proposal penelitian ini.
8.      Teman-teman seangkatan yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya. Semoga kebersamaan ini tetap terjalin selamanya.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena adanya keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu diharapkan oleh penulis dengan lapang dada.
Akhir kata, penulis mendo’akan semoga Allah SWT memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun proposal penelitian ini.

Masohi, ………….2018
  Penulis


DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL----------------------------------------------------------------------- i
LEMBAR PENGESAHAN------------------------------------------------------------ ii
Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------ iii
Daftar Isi------------------------------------------------------------------------------- v

BAB I PENDAHULUAN--------------------------------------------------------------- 1
A Latar Belakang Masalah--------------------------------------------------- 1
B Perumusan Masalah -------------------------------------------------------- 6
C Tujuan Penelitian------------------------------------------------------------ 7
D Manfaat Penelitian --------------------------------------------------------- 7
F Definisi Operasional-------------------------------------------------------- 8

BAb II LANDASAN TEORI--------------------------------------------------------- 9
1 Pengertian Efikasi Diri------------------------------------------------------ 9
2 Efikasi Diri dan Kinerja Pegawai dalam Suatu Organisasi---------- 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN----------------------------------------- 23
A Pendekatan Penelitian------------------------------------------------------ 23
B Tempat dan Waktu Penelitian-------------------------------------------- 23
C Objek Penelitian------------------------------------------------------------- 24
D Subjek Penelitian------------------------------------------------------------ 24
E Metode Pengumpulan Data----------------------------------------------- 25
F Instrumen Penelitian-------------------------------------------------------- 26
E Keabasahan Data------------------------------------------------------------ 27
G Teknik Analisis Data------------------------------------------------------- 28



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah 
Pengukuran mutu pelayanan terhadap suatu organisasi publik merupakan suatu isu pada beberapa tahun terakhir ini, terutama setelah banyaknya keluhan dari masyarakat yang menyatakan bahwa kinerja organisasi publik adalah inefisiensi yang tinggi, prosedur yang berbelit-belit, serta tidak adanya kepastian waktu dan biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan layananan. Hal tersebut disebabkan masyarakat mulai kritis dalam memonitor dan mengevaluasi manfaat serta nilai yang diperoleh atas pelayanan dari instansi pemerintah. Disisi lain, pengukuran keberhasilan maupun kegagalan instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara obyektif, yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan secara obyektif dan terukur dari pelaksanaan program-program disuatu instansi pemerintah.
Keluhan dan tuntutan masyarakat merupakan tantangan sekaligus peluang bagi aparatur di dalam melaksanakan fungsinya, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu maka peningkatan kemampuan aparatur untuk mampu bekerja secara produktif dan tanggap terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang menghendaki kinerja aparatur secara maksimal perlu dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kecenderungan rendahnya mutu pelayanan aparatur pemerintah memang bukanlah persoalan baru. Sudah sejak lama masyarakat menyaksikan sejumlah aktivitas aparatur pemerintah yang cenderung merugikan masyarakat. Peneliti mencermati adanya determinasi yang memberikan penguatan terhadap tinggi rendahnya kinerja aparat, antara lain faktor sikap dan perilaku aparat dalam menjalankan aktivitasnya.
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini memberi perubahan yang cukup besar pada setiap aspek kehidupan, termasuk bidang pemerintahan. Satu diantaranya adalah adanya obsesi dari pemerintah dan rakyat untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih, berwibawa dan demokratis yang akan membawa kemajuan bagi bangsa dan negara.
Mutu pelayanan sebuah organisasi merupakan tingkat efisiensi, efektivitas, produktivitas, prestasi kerja dan perilaku anggota organisasi dalam mencapai tujuannya. Kualitasnya ditentukan oleh kinerja individual dan kinerja tim. Oleh karena itu perhatian terhadap kinerja individual dan kinerja tim merupakan suatu keharusan di dalam suatu organisasi.
Berdasarkan hasil inventarisasi data kepegawaian di semua instansi pemerintah, diketahui bahwa jumlah seluruh PNS di Indonesia menurut Inventori Data Kepegawaian Instansi Pemerintah yang dikeluarkan BKN Januari 2016 tercatat sebanyak 4.498.643 orang atau sekitar 2 persen dari jumlah penduduk Indonesia (www.BKN.go.id). Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237.641.326 jiwa, maka diperoleh angka perbandingan antara PNS dengan jumlah penduduk 1 : 52, artinya satu orang PNS melayani 52 penduduk. Meskipun jumlah ini tampaknya besar, sebenarnya masih belum seimbang kalau dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk Indonesia yang harus menerima pelayanan dari PNS. Keterbatasan inilah kemudian yang menjadi salah satu permasalahan dalam bidang pelayanan masyarakat di Indonesia.
Selain keterbatasan pelayanan PNS terhadap masyarakat, masih terdapat masalah lainnya yaitu tidak adanya pedoman yang jelas tentang cara mengevaluasi dan mengontrol kinerja lembaga birokrasi pemerintah yang dapat digunakan secara mudah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pedoman itu semakin diperlukan karena setiap institusi pemerintah harus dapat mengembangkan kinerjanya secara mandiri.
Dalam upaya mencapai keberhasilan program pembangunan, diperlukan dukungan yang memadai baik kelembagaan, tatalaksana, personil, administrasi keuangan maupun sarana dan prasarana. Oleh karena itu sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara mulai dari pusat sampai yang paling rendah kelurahan harus dioptimalkan dalam upaya pelaksanaan tugas pokok penyelenggaraan pemerintahan.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kelurahan harus diikuti dengan peningkatan kinerja seluruh aparat pemerintah kelurahan itu sendiri. Dengan kata lain reformasi sumberdaya aparatur pemerintah harus dilakukan, demi terwujudnya pengabdian, disiplin dan keteladanan agar semakin mampu melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Karena belum adanya pedoman untuk mengevaluasi dan mengontrol kinerja organisasi publik mengakibatkan terjadinya beberapa hal, sebagai berikut : (1) Rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan birokrasi; (2) Kurang berdayanya regulasi kepegawaian sebagai mekanisme pengaturan, peraturan perundang-undangan kepegawaian (termasuk norma, standar dan prosedur teknis pelaksanaannya); (3) Belum tertatanya birokrasi baik sumber daya aparaturnya maupun kelembagaannya.
Isu ini juga terjadi pada sistem kepegawaian di Pemerintah Daerah, termasuk Kabupaten Maluku Tengah. Tampak berbagai fenomena yang menunjukkan bahwa pelayanan pegawai belum berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan beberapa PNS di instansi yang ada bertindak tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Berbagai pelanggaran disiplin sering terjadi, terkesan lamban dalam bekerja, dan masih ada yang hanya menunggu perintah atau petunjuk dari atasan, artinya belum mempunyai inisiatif untuk mengolah atau menganalisis suatu tugas yang diberikan. Bahkan juga terdapat “pegawai ganda” yang bekerja tidak hanya pada satu instansi tempat ia ditugaskan melainkan juga di instansi swasta, karena merasa imbalan yang diterima tidak cukup.
Timbulnya permasalahan kinerja bersumber dari variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja tersebut. Secara teoretis menurut Kreitner dan Kinicki (2013:150) variabel-variabel tersebut adalah individual inputs, motivasi dan kombinasi faktor-faktor yang memungkinkan dan membatasi job context. Individual inputs yaitu: kemampuan, pengetahuan, kepribadian, sifat-sifat, emosi, suasana hati, keyakinan dan nilai-nilai bekerja. Job context yaitu lingkungan fisik, rancangan tugas, imbalan, penguatan, dukungan supervisor dan penyelia, norma-norma sosial dan budaya organisasi. Selain variabel ini menurut Robbins dan Judge (2014:241) masih terdapat variabel efikasi diri, yaitu keyakinan individu bahwa dirinya mampu mengerjakan suatu tugas.
Secara empirik berapa hasil penelitian telah menguji variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja yang diperkirakan berpeluang menjadi sumber permasalahan kinerja PNS. Misalnya, hasil penelitian Samsudin (2005) menunjukkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pelatihan yang diikuti, motivasi, pengalaman kerja, sikap loyal dan budaya kerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Arianti (2005), Megawati (2004), Mardalena (2004). Selain variabel-variabel tersebut menurut Rijal (2006) variabel imbalan, umur, fisik dan kepribadian dapat mempengaruhi kinerja individu pada organisasi.
Thoha (2014:49) mengemukakan, bahwa dalam praktik keseharian masalah kinerja pegawai bersumber dari berbagai faktor, diantaranya banyak pegawai yang tidak mempunyai pekerjaan yang jelas atau belum memahami tugas pokok dan fungsinya, kondisi ini menyebabkan kedisiplinan dan semangat kerja yang tidak cukup baik; adanya pegawai yang memiliki usaha di luar pekerjaan sebagai PNS untuk mengimbangi gaji PNS yang tidak tinggi; atasan kadang-kadang terpaksa menyelesaikan sendiri pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan oleh bawahan yang kurang sigap; masih terbatas pada disiplin administratif, belum cukup ada korelasi antara apel/mengisi daftar hadir dengan kinerja organisasi publik; masih adanya tindakan indisipliner dikalangan pegawai mulai dari yang teringan sampai yang terberat; belum ada sistem yang baik untuk menjaga disiplin termasuk penghargaan.
Berbagai perubahan dan tekanan tersebut selain menjadi motivator dapat juga menjadi penyebab stres atau stressor. Masing-masing individu memiliki tingkat ketahanan terhadap stres yang berbeda satu dengan yang lain. Misalnya, ketika terdapat dua orang dihadapkan pada tekanan dan persoalan yang sama maka orang dengan ketahanan stres yang tinggi tidak akan mudah mengalami stres, jika dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat ketahanan stres yang rendah. Stres dengan intensitas yang sudah tidak dapat ditahan oleh seorang individu akan mengganggu fungsi dirinya, sedangkan apabila dialami pegawai dan dibiarkan terus berlanjut akan menyebabkan penurunan kinerja diri dan kinerja organisasinya, sehingga organisasi tersebut tidak akan dapat bertahan dalam persaingan yang terjadi.
Menyadari berbagai fenomena yang menunjukkan adanya masalah kinerja pada PNS, termasuk di jajaran Pemerintah Daerah khususnya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta mencermati variabel-variabel yang mempengaruhi mutu pelayanan yang berpeluang menjadi sumber permasalahan kinerja tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melihat hubungan variabel yang mempengaruhi mutu pelayanan tersebut yaitu efikasi diri sehingga memberi judul penelitian ini “Peran Efikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah”.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian di atas peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana peran Efikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah?”.
C.    Tujuan Penelitian
Dengan bertolak pada rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui bagaimana peran Efikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.

D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi:
1.   Instansi
Dapat mengidentifikasi kemampuan staf dan pegawai dalam pemantapan efikasi diri, sehingga memungkinkan terciptanya kemudahan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan yang berharga bagi instansi untuk mengetahui dalam bidang mana perhatian dapat lebih diarahkan guna ikut menciptakan supervisi yang lebih mengena pada apa yang diharapkan oleh staf dan pegawai.
2.   Staf dan Pegawai
Sebagai masukan yang berharga untuk mengetahui kualitas dan kemampuannya dalam mengontrol diri melalui pengetahuan tentang efikasi diri sehingga terdorong untuk dapat meningkatkan profesionalismenya lebih lanjut. Selain itu dapat memacu kesadaran akan pentingnya efikasi diri dalam mengontrol stress di tempat kerja sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat optimal.
3.   Peneliti
Sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan peneliti khususnya yang berkaitan dengan efikasi diri sebagai salah satu variable penting yang dibutuhkan staf dan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

E.     Definisi Operasional
Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini ada definisi operasional sebagai berikut:
1.      Efikasi diri merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan diri individu mengenai kemampuannya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan tertentu.
2.      Mutu Pelayanan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pelanggan atau tamu. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan dimaksud.

BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pemahaman Efikasi Diri
1.      Pengertian dan Tingkatan Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.
Secara etimologis, efikasi diri merupakan satu kesatuan arti yang diterjemahkan dari bahasa inggris, yakni Self Efficacy. Efficacy didefenisikan sebagai kapasitas untuk mendapatkan hasil atau pengaruh yang diinginkannya, dan self sebagai orang yang dirujuk (Wallatey, 2001:2). Defenisi ini merujuk pada orang yang mempunyai kapasitas yang digunakan untuk mendapatkan hasil atau pengaruh yang diinginkannya. Namun defenisi yang dikemukakan tersebut nampak masih bersifat umum.
Efikasi diri (self efficacy) diperkenalkan oleh seorang tokoh bernama Bandura yang mendefinisikan bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan untuk mencapai hasil tertentu (J. Feist and G.J. Feist, 2008: 308).
Kata efikasi berkaitan dengan kebiasaan hidup manusia yang didasarkan atas prinsip-prinsip karakter, seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pembatasan diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan dan kesopanan yang seharusnya dikembangkan dari dalam diri menuju ke luar diri, bukan dengan pemaksaan dari luar ke dalam diri manusia. Seseorang dikatakan efektif apabila individu dapat memecahkan masalah dengan efektif, memaksimumkan peluang, dan terus menerus belajar serta memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral pertumbuhan.
Efikasi diri mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan imbalan maupun ketika karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi efikasi diri maka makin besar motivasi dan kinerja. Menurut Cherrington (1994:79) bahwa efikasi diri didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dengan kemampuannya untuk melaksanakan suatu tugas yang spesifik. Diakuinya bahwa dalam beberapa hal konsep efikasi diri serupa dengan self-esteem dan locus of control. Namun, efikasi diri adalah menyangkut tugas yang spesifik dibandingkan dengan persepsi umum dari keseluruhan kompetensi. Subtansial defenisi efikasi diri di atas, dapat dikatakan lebih spesifik dan secara hakiki mempunyai perbedaan arti dengan self-esteem.
Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Lebih dari seratus penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan produktivitas pekerja. Ketika masalah-masalah muncul, perasaan efikasi diri yang kuat mendorong para pekerja untuk tetap tenang dan mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan menghasilkan prestasi. Sehingga, dari sini menunjukkan bahwa efikasi diri berbanding lurus dengan kinerja dalam arti untuk meraih suatu prestasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan suatu keyakinan terhadap diri sendiri yang muncul dalam menyelesaikan/mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya.
Keyakinan kepada kemampuan sendiri mempengaruhi motivasi pribadi, makin tinggi efikasi diri maka tingkat stres makin rendah. Sebaliknya, makin tinggi keyakinan kepada kemampuan sendiri, maka makin kokoh tekadnya untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Keyakinan kepada efikasi mempengaruhi tingkat tantangan dalam menyelesaikan tugas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bukan hanya kemampuan kerja yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas, melainkan juga ditentukan oleh tingkat keyakinan pada kemampuan sehingga dapat menambah intensitas motivasi dan kegigihan kerja karyawan. Defenisi tersebut dikaitkan dengan pengambilan keputusan atas kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi di masa mendatang.
Di dalam melaksanakan berbagai tugas, orang yang mempunyai efikasi diri tinggi adalah sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Mereka yang mempunyai efikasi diri dengan senang hati menyongsong tantangan, sedangkan mereka yang peragu mencobapun tidak bisa, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan keraguan menurunkannya. Tingkat efikasi diri merupakan alat prediksi yang lebih tepat untuk kinerja seseorang dibandingkan keterampilan atau pelatihan yang dimiliki sebelum seseorang dipekerjakan (Goleman,1999:111). Tingkat efikasi diri ditentukan oleh pengalaman sebelumnya (kesuksesan dan kegagalan), pengalaman yang diakui oleh orang lain (dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain), persuasi verbal (dari teman, kolega, saudara) dan keadaan emosi (kekhawatiran). Persepsi yang dimiliki oleh seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas akan meningkatkan kemungkinan tugas tersebut dapat diselesaikan dengan sukses.
Tinggi atau rendahnya efikasi diri menurut Kreitner dan Kinicky (2013:124), dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku sebagai berikut:
Tabel Kombinasi Efikasi Diri Dengan Lingkungan Sebagai Prediktor Tingkah Laku
Efikasi
Lingkungan
Prediksi Tingkah Laku
Tinggi
Resposif
Sukses, melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuannya
Rendah
Tidak Responsif
Depresi, melihat orang lain suses pada tugas yang dianggapnya sulit
Tinggi
Tidak Responsif
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi resposif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan
Rendah
Responsif
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu.
Sumber: Kreitner dan Kinicky (2013:124).
Dari tabel di atas terlihat bahwa tingkah laku seseorang dapat diprediksi dari tingkat atau tinggi rendahnya efikasi diri seseorang dengan lingkungannya. Dari situ dapat kita lihat bahwa ketika seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi, kemudian lingkungannya merespon atau mendukung untuk itu maka dapat diprediksi bahwa ia akan mengatasi situasi yang dihadapi. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri rendah, dan situasi lingkungan yang tidak resposif/mendukung untuk itu, maka ia akan menjadi depresi melihat orang lain mampu mengatasi situasi yang dianggapnya sulit.
Apabila tingkat efikasi diri seseorang tinggi, namun lingkungannya tidak responsif, maka ia akan melakukan upaya-upaya untuk mengatasi situasi yang dihadapinya. Namun, ketika lingkungannya responsif namun efikasi diri nya rendah, maka ia justru akan menjadi apatis, pasrah dan merasa tidak mampu. Sehingga, dengan demikian efikasi diri dapat mempengaruhi terhadap perilaku yang selanjutnya jika dihubungkan dengan kinerja akan dapat mempengaruhi terhadap hasil kinerjanya.
Bandura (1997:195) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Pada dasarnya, keempat sumber tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut adalah:
a.       Enactive Attainment and Performance Accomplishment (Pengalaman Keberhasilan dan Pencapaian Prestasi), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.
b.      Vicarious Experience (Pengalaman Orang Lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model.
c.       Verbal Persuasion (Persuasi Verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi, efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.
d.      Physiological State and Emotional Arousal (Keadaan Fisiologis dan Psikologis), yaitu situasi yang menekan kondisi emosional. Gejolak emosi, kegelisahan yang mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya, seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Karena itu, efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan. Sebaliknya, efikasi diri yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.
Efikasi diri yang dimiliki seseorang akan berbeda-beda, hal ini terletak pada 3 (tiga) aspek (Bandura, 1997:68) yaitu magnitude (tingkat kesulitan tugas), strength (kekuatan keyakinan), dan generality (generalitas). Dimana, masing-masing aspek mempunyai implikasi penting di dalam kinerja individu. Menurut Bandura (1997:200) terdapat 4 (empat) proses yang mempengaruhi efikasi diri yaitu kognitif, motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi. Keempat hal tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:

a.       Kognitif
Proses kognitif merupaka proses  berfikir, didalamya termasuk pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan tindakan manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memiliki  Efikasi Diri yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya individu yang  Efikasi Diri-nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan (Bandura, 1997: 202). Bentuk tujuan personal juga dipengaruhi oleh penilaian akan kemampuan diri. Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu maka individu akan semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannnya dan semakin kuat komitmen individu terhadap tujuannya (Bandura, 1997: 202).
b.      Proses Motivasional
Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Individu memberi motivasi/dorongan  bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi  motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang  dilakukan, seberapa tahan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanan mereka dalam menghadapi kegagalan (Bandura, 1997: 204).

c.       Afeksi
Proses afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi emosional. Menurut Bandura (1997: 206), keyakinan individu akan coping mereka turut mempengaruhi level stres dan depresi seseorang saat mereka menghadapi situasi yang sulit. Persepsi Efikasi Diri tentang kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan.  Individu yang percaya akan kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman, membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang sebenarnya jarang terjadi (Bandura, 1997: 207).
d.      Proses Pemilihan/Seleksi
Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu turut mempengaruhi efek dari  suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan mereka.Bila individu merasa yakin bahwa mereka mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi tersebut. Dengan adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat meningkatkan kemampuan, minat, dan hubungan sosial mereka (Bandura, 1997: 210).  
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, perilaku satu individu akan berbeda dengan individu yang lain hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara masing-masing yang terletak pada 3 (tiga) aspek yaitu: magnitude (tingkat kesulitan tugas), strength (kekuatan keyakinan), dan generality (generalitas). Terdapat 4 (empat) proses yang mempengaruhi efikasi diri, yaitu proses kognitif, proses motivasional, proses afeksi, dan proses pemilihan/seleksi.

2.      Efikasi Diri dan Kinerja Pegawai dalam Suatu Organisasi
Melihat dari dimensi tersebut dapat dikatakan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh terhadap coping stres pada seseorang. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan cenderung memilih strategi coping yang fokus pada masalah (problem focused coping) dan sebaliknya individu yang memilih strategi coping yang berfokus pada emosi (emotional focused coping) cenderung memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri yang rendah dalam menagani masalah.
Self-efficacy dan coping merupakan dua faktor yang berpengaruh terhadap tingkat stres yang dialami seseorang, individu dengan self-efficacy yang rendah akan rentan dalam menghadapi tekanan, mereka cenderung akan menyerah dan mengalami stres. Sedangkan individu dengan self-efficacy yang tinggi akan akan bangkit dan bertahan saat menghadapi tantangan, mereka akan memasuki situasi yang penuh tekanan dengan percaya diri sehingga dapat menahan reaksi stres.
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa stres yang dialami pegawai akan berdampak pada penurunan kinerjanya dan kinerja organisasi sehingga dapat menurunkan pelayanan publik kepada masyarakat.
Organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama sekelompok manusia atau orang di bidang tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Etzioni dalam Parsons, 2008:3). Lebih lanjut Etzioni, menjelaskan bahwa organisasi memiliki ciri-ciri : a) adanya pembagian kerja, kekuasaan dan tanggungjawab berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus, b) adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan pengawasan. Usaha tersebut untuk mencapai tujuan organisasi, pusat kekuasaan ini juga harus menunjuk secara terus menerus pelaksanaan organisasi dan menata kembali strukturnya untuk meningkatkan efisiensi. c) pengaturan personil misalnya orang-orang yang bekerja secara tidak memuaskan dapat dipindahkan dan kemudian mengangkat pegawai lain untuk melaksanakan tugasnya.
Sedangkan Henry (1995:17) mengatakan bahwa organisasi merupakan suatu koneksitas manusia yang kompleks dan dibentuk untuk tujuan tertentu, dimana hubungan antara anggotanya bersifat resmi (impersonal), ditandai oleh aktivitas kerjasama, terintegrasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan pelayanan dan produk tertentu dan tanggungjawab kepada hubungan dengan lingkungannya.
Sesuai dengan konsep di atas, maka dalam konteks penelitian ini organisasi yang dimaksud adalah organisasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pelayanan pendidikan dan kebudayaan di lingkup Kabupaten Maluku Tengah.
Ada beberapa pendapat yang mendefinisikan tentang kinerja organisasi, dapat peneliti kemukakan sebagai berikut. Jackson, Morgan dan Paolillo dalam Ndraha (2010:250) mengemukakan bahwa kinerja pada umumnya menunjukkan tingkat tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, yang hendak dicapai. Rue and Byar (dalam Keban, 2004: 1) menyebutkan bahwa kinerja (performance) didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of accomplishment“ atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan.
Selain itu Bernadin dan Russel sebagaimana dikutip Jones (2004: 92) lebih rinci memberikan batasan mengenai kinerja yakni dampak yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu.  Menurut Peter Jennergen (dalam Steers, 1985: 21) pengertian kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa  jauh  pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai.
Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian ini, maka pengertian kinerja merupakan tingkat kemampuan staf dan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan visi dan misinya.
Banyak pendapat mengenai pengukuran kinerja, menurut LAN (2011:7)  pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan metode Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Metode ini menggunakan indikator kinerja sebagai dasar penetapan capaian kinerja. Untuk pengukuran kinerja digunakan formulir Pengukuran Kinerja (PK). Penetapan indikator didasarkan pada masukan (inputs), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Dalam kontek penelitian ini maka konsep yang akan digunakan untuk mengukur kinerja organisasi adalah konsep yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah dan berdasakan data empiris di lapangan (actionable causes), yaitu Akuntabilitas, Responsibilitas dan responsivitas sebagaimana pendapat Lenvine dalam Dwiyanto (2008: 51).
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti dapat memberikan gambaran tentang paradigma penelitian serbagai berikut :



 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Pendekatan Penelitian
Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai peran efikasi diri pegawai terhadap mutu pelayanan secara mendalam dan komprehensif. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan dapat diungkapkan situasi dan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan partisipasi orang tua ini.

B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang efikasi diri pegawai terhadap mutu pelayanan ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.
Kegiatan penelitian ini dimulai terhitung akan dimulai sejak proposal ini telah melalui seminar dan disahkan.

C.    Objek Penelitian
Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2007:215).
Obyek dari penelitian ini meliputi masyakarat/tamu yang datang karena ada keperluan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah yang kaitannya dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel mutu pelayanan.

D.    Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2002:107). Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk partisipasi, pelaksanaan partisipasi, manfaat partisipasi dan faktor yang mempengaruhi partisipasi dalam pembelajaran.
Subjek dalam penelitian ini adalah Staf dan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah yang kaitannya dalam penelitian ini adalah untuk melihat variabel efikasi diri.

E.     Metode Pengumpulan Data
Burhan Bungin (ed) (2003: 42), menjelaskan metode pengumpulan data adalah “dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan reliable”.
Suharsimi Arikunto (2002:136), berpendapat bahwa “metode penelitian adalah berbagai cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Cara yang dimaksud adalah wawancara, dan studi dokumentasi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1.      Metode Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan secara sepihak berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditetapkan. Anas Sudijono (1996: 82) ada beberapa kelebihan pengumpulan data melalui wawancara, diantaranya pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan peserta yang akan dinilai, data diperoleh secara mendalam, yang diinterview bisa mengungkapkan isi hatinya secara lebih luas, pertanyaan yang tidak jelas bisa diulang dan diarahkan yang lebih bermakna.
Wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di buat. Teknik wawancara digunakan untuk mengungkapkan data tentang mutu pelayanan yang dilihat dari kepuasan masyarakat/tamu selama mendapatkan pelayanan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.
2.      Metode Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2002:206) metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Hadari Nawawi (2005:133) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.
Dalam penelitian ini, dokumentasi diperoleh dari arsip kegiatan, dan arsip staf dan pegawai serta dokumentasi masyarakat/tamu yang datang ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.

F.     Instrumen Penelitian
Suharsimi Arikunto (2002: 136), menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan, maka instrumen penelitian ini menggunakan panduan wawancara dan panduan dokumentasi.
Berikut adalah tabel kisi-kisi panduan wawancara dan dokumentasi.
Tabel 3. Kisi-Kisi Panduan Wawancara
No
Sub Variabel
Indikator
1
Efikasi Diri
1.      Pengalaman yang telah dilalui
2.      Pengalaman orang lain
3.      Persuasi verbal
4.      Keadaan fisiologis dan emosi
2
Mutu Pelayanan
1.      Emphaty: berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai dengan kebutuhan klien
2.      Reliability: kemampuan provider untuk memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat
3.      Responsiveness: cepat tanggap, keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera
4.      Communication: selalu memberikan informasi yang sebaik baiknya dan mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh klien
5.      Caring: mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian kepada klien

G.    Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007:330).
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan triangulasi dengan sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2007:29).
Triangulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

H.    Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.
Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2003:70), yaitu sebagai berikut:
1.      Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.
2.      Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.
3.      Display Data
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.
4.      Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification) Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.
Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait.
Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja.
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.




DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Amstrong, Michael. 1988. Menjadi Manajer yang lebih baik lagi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Bandura. 1997. Self-Efficacy (The Exercise Of Control). New York: W.H. Freeman and Company.
Bryson, John M. (Penerjemah M. Miftahudin). 1999. Perencanaan Strategi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada Univ ersity Press.
Flippo, Edwin B. 1987. Manajemen Personalia, edisi keenam, Jakarta: Erlangga.
Goleman,  D.  terjemahan  Alex  Kantjono  Widodo.  1999. Kecerdasan  Emosi  untuk Mencapai Puncak Prestasi, Jakarta: PT. Gramedia,
Hasibuan, Malayu, S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi), Jakarta: Bumi Aksara.
Islamy, Irfan. 2007. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.
Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi (Edisi 10), Yogyakarta: Andi.
Ndraha, Taliziduhu. 2010. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengembangan Sumber daya Manusia (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Siagian, Sondang P. 2007. Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara.
Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: SKPN.
Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suradinata, Ermaya. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Ramadhan.
Zainum, Buchari. 1989. Manajemen dan Motivasi, Edisi Revisi. Balai Aksara.


0 comments:

Posting Komentar

 
Top