PERAN EFIKASI
DIRI PEGAWAI TERHADAP MUTU PELAYANAN
PADA DINAS
PENDIDIKAN dan kebudayaan
KABUPATEN
MALUKU TENGAH
PROPOSAL
Oleh :
JUNAIDI RUMBARA
NIM : 15230023
|
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan proposal penelitian Saudara Junaidi Rumbara NIM 15230023
mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Said Perintah Masohi (MPI) setelah dengan
seksama meneliti dan mengoreksi proposal penelitian yang bersangkutan dengan
judul ”Peran Efisikasi Diri Pegawai terhadap Mutu
Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah” memandang bahwa proposal
penelitian tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat diseminarkan.
Masohi,
....................................2018
Pembimbing I
Sawal, S.Pd.I., M.Pd
|
Pembimbing II
Nurma Yunita Pe’uma, S.Pd.I., M.Pd
|
Mengetahui,
|
|
Ketua Program Studi
Manajemen
Pendidikan Islam
Abd. Hasan
Patty, S.Pd., M.Pd
NUPN. 9921000679
|
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat, sehingga
pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Peran Efisikasi Diri Pegawai terhadap Mutu
Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah”.
Penyusunan Proposal
penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat
penyusunan skripsi pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Manajemen Pendidikan
Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Said Perintah Masohi.
Pada
kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongannya dalam
penyelesaian proposal penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Kepada yang terhormat:
1.
Bapak Dr. H. A. Wattiheluw, S.Sos, M.Si, M.H, selaku Ketua
Yayasan Said Perintah Masohi.
2.
Bapak Hasan Patty, S.Pd., M.Pd, selaku Ketua Program
Studi Manajemen Pendidikan Islam, STAI-SP Masohi.
3.
Bapak Sawal,
S.Pd.I., M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan pendapat, koreksi dan arahannya untuk kesempurnaan proposal
penelitian ini.
4.
Ibu Nurma Yunita
Pe’uma, S.Pd.I., M.Pd, selaku Pembimbing II yang juga telah memberikan
waktu dan arahannya untuk penyelesaian proposal penelitian ini.
5.
Seluruh dosen dan staf STAI-SP, Masohi yang banyak
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama masa kuliah.
6.
Kepada keluarga terkasih, yang dengan tekun telah
memberikan dukungan baik moril maupun materi kepada penulis.
7.
Kepada seluruh staf dan pegawai pada Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah yang telah membantu penulis dengan
memberikan data guna penyelesaian proposal penelitian ini.
8.
Teman-teman seangkatan yang tak dapat penulis sebutkan
satu persatu, terima kasih atas segalanya. Semoga kebersamaan ini tetap
terjalin selamanya.
Penulis
menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena adanya
keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Kritik dan saran yang
bersifat membangun selalu diharapkan oleh penulis dengan lapang dada.
Akhir kata, penulis
mendo’akan semoga Allah SWT memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyusun proposal penelitian ini.
Masohi,
………….2018
Penulis
DAFTAR
ISI
LEMBAR JUDUL----------------------------------------------------------------------- i
LEMBAR PENGESAHAN------------------------------------------------------------ ii
Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------ iii
Daftar Isi------------------------------------------------------------------------------- v
BAB I PENDAHULUAN--------------------------------------------------------------- 1
A Latar
Belakang Masalah--------------------------------------------------- 1
B Perumusan
Masalah -------------------------------------------------------- 6
C Tujuan Penelitian------------------------------------------------------------ 7
D Manfaat
Penelitian --------------------------------------------------------- 7
F Definisi Operasional-------------------------------------------------------- 8
BAb II LANDASAN TEORI--------------------------------------------------------- 9
1 Pengertian Efikasi Diri------------------------------------------------------ 9
2 Efikasi Diri dan Kinerja Pegawai
dalam Suatu Organisasi---------- 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN----------------------------------------- 23
A Pendekatan
Penelitian------------------------------------------------------ 23
B Tempat
dan Waktu Penelitian-------------------------------------------- 23
C Objek Penelitian------------------------------------------------------------- 24
D Subjek
Penelitian------------------------------------------------------------ 24
E Metode
Pengumpulan Data----------------------------------------------- 25
F
Instrumen Penelitian-------------------------------------------------------- 26
E
Keabasahan Data------------------------------------------------------------ 27
G Teknik
Analisis Data------------------------------------------------------- 28
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pengukuran mutu pelayanan terhadap suatu organisasi
publik merupakan suatu isu pada beberapa tahun terakhir ini, terutama setelah
banyaknya keluhan dari masyarakat yang menyatakan bahwa kinerja organisasi
publik adalah inefisiensi yang tinggi, prosedur yang berbelit-belit, serta tidak
adanya kepastian waktu dan biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan
layananan. Hal tersebut disebabkan masyarakat mulai kritis dalam memonitor dan
mengevaluasi manfaat serta nilai yang diperoleh atas pelayanan dari instansi
pemerintah. Disisi lain, pengukuran keberhasilan maupun kegagalan instansi
pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara
obyektif, yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan secara obyektif dan
terukur dari pelaksanaan program-program disuatu instansi pemerintah.
Keluhan dan tuntutan masyarakat merupakan tantangan
sekaligus peluang bagi aparatur di dalam melaksanakan fungsinya, baik pada masa
kini maupun pada masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu maka
peningkatan kemampuan aparatur untuk mampu bekerja secara produktif dan tanggap
terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang menghendaki kinerja aparatur secara
maksimal perlu dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kecenderungan rendahnya mutu pelayanan aparatur
pemerintah memang bukanlah persoalan baru. Sudah sejak lama masyarakat
menyaksikan sejumlah aktivitas aparatur pemerintah yang cenderung merugikan
masyarakat. Peneliti mencermati adanya determinasi yang memberikan penguatan
terhadap tinggi rendahnya kinerja aparat, antara lain faktor sikap dan perilaku
aparat dalam menjalankan aktivitasnya.
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, hal ini memberi perubahan yang cukup besar pada
setiap aspek kehidupan, termasuk bidang pemerintahan. Satu diantaranya adalah
adanya obsesi dari pemerintah dan rakyat untuk mewujudkan sistem pemerintahan
yang bersih, berwibawa dan demokratis yang akan membawa kemajuan bagi bangsa
dan negara.
Mutu pelayanan sebuah organisasi merupakan tingkat
efisiensi, efektivitas, produktivitas, prestasi kerja dan perilaku anggota
organisasi dalam mencapai tujuannya. Kualitasnya ditentukan oleh kinerja
individual dan kinerja tim. Oleh karena itu perhatian terhadap kinerja
individual dan kinerja tim merupakan suatu keharusan di dalam suatu organisasi.
Berdasarkan hasil inventarisasi data kepegawaian di
semua instansi pemerintah, diketahui bahwa jumlah seluruh PNS di Indonesia
menurut Inventori Data Kepegawaian Instansi Pemerintah yang dikeluarkan BKN
Januari 2016 tercatat sebanyak 4.498.643 orang atau sekitar 2 persen dari
jumlah penduduk Indonesia (www.BKN.go.id). Dengan jumlah penduduk Indonesia
yang mencapai 237.641.326 jiwa, maka diperoleh angka perbandingan antara PNS
dengan jumlah penduduk 1 : 52, artinya satu orang PNS melayani 52 penduduk.
Meskipun jumlah ini tampaknya besar, sebenarnya masih belum seimbang kalau
dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk Indonesia yang harus
menerima pelayanan dari PNS. Keterbatasan inilah kemudian yang menjadi salah
satu permasalahan dalam bidang pelayanan masyarakat di Indonesia.
Selain keterbatasan pelayanan PNS terhadap masyarakat,
masih terdapat masalah lainnya yaitu tidak adanya pedoman yang jelas tentang
cara mengevaluasi dan mengontrol kinerja lembaga birokrasi pemerintah yang
dapat digunakan secara mudah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pedoman itu
semakin diperlukan karena setiap institusi pemerintah harus dapat mengembangkan
kinerjanya secara mandiri.
Dalam upaya mencapai keberhasilan program pembangunan,
diperlukan dukungan yang memadai baik kelembagaan, tatalaksana, personil,
administrasi keuangan maupun sarana dan prasarana. Oleh karena itu sistem
penyelenggaraan pemerintahan Negara mulai dari pusat sampai yang paling rendah
kelurahan harus dioptimalkan dalam upaya pelaksanaan tugas pokok
penyelenggaraan pemerintahan.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan
oleh pemerintah kelurahan harus diikuti dengan peningkatan kinerja seluruh
aparat pemerintah kelurahan itu sendiri. Dengan kata lain reformasi sumberdaya
aparatur pemerintah harus dilakukan, demi terwujudnya pengabdian, disiplin dan
keteladanan agar semakin mampu melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa
dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Karena belum adanya pedoman untuk mengevaluasi dan
mengontrol kinerja organisasi publik mengakibatkan terjadinya beberapa hal,
sebagai berikut : (1) Rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
birokrasi; (2) Kurang berdayanya regulasi kepegawaian sebagai mekanisme
pengaturan, peraturan perundang-undangan kepegawaian (termasuk norma, standar
dan prosedur teknis pelaksanaannya); (3) Belum tertatanya birokrasi baik sumber
daya aparaturnya maupun kelembagaannya.
Isu ini juga terjadi pada sistem kepegawaian di
Pemerintah Daerah, termasuk Kabupaten Maluku Tengah. Tampak berbagai fenomena
yang menunjukkan bahwa pelayanan pegawai belum berjalan seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan beberapa PNS di instansi
yang ada bertindak tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Berbagai pelanggaran
disiplin sering terjadi, terkesan lamban dalam bekerja, dan masih ada yang
hanya menunggu perintah atau petunjuk dari atasan, artinya belum mempunyai
inisiatif untuk mengolah atau menganalisis suatu tugas yang diberikan. Bahkan
juga terdapat “pegawai ganda” yang bekerja tidak hanya pada satu instansi
tempat ia ditugaskan melainkan juga di instansi swasta, karena merasa imbalan
yang diterima tidak cukup.
Timbulnya permasalahan kinerja bersumber dari
variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja tersebut. Secara teoretis menurut
Kreitner dan Kinicki (2013:150) variabel-variabel tersebut adalah individual
inputs, motivasi dan kombinasi faktor-faktor yang memungkinkan dan membatasi
job context. Individual inputs yaitu: kemampuan, pengetahuan, kepribadian,
sifat-sifat, emosi, suasana hati, keyakinan dan nilai-nilai bekerja. Job
context yaitu lingkungan fisik, rancangan tugas, imbalan, penguatan, dukungan
supervisor dan penyelia, norma-norma sosial dan budaya organisasi. Selain
variabel ini menurut Robbins dan Judge (2014:241) masih terdapat variabel
efikasi diri, yaitu keyakinan individu bahwa dirinya mampu mengerjakan suatu
tugas.
Secara empirik berapa hasil penelitian telah menguji
variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja yang diperkirakan berpeluang
menjadi sumber permasalahan kinerja PNS. Misalnya, hasil penelitian Samsudin
(2005) menunjukkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pelatihan
yang diikuti, motivasi, pengalaman kerja, sikap loyal dan budaya kerja. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Arianti (2005), Megawati (2004), Mardalena
(2004). Selain variabel-variabel tersebut menurut Rijal (2006) variabel
imbalan, umur, fisik dan kepribadian dapat mempengaruhi kinerja individu pada
organisasi.
Thoha (2014:49) mengemukakan, bahwa dalam praktik keseharian
masalah kinerja pegawai bersumber dari berbagai faktor, diantaranya banyak
pegawai yang tidak mempunyai pekerjaan yang jelas atau belum memahami tugas
pokok dan fungsinya, kondisi ini menyebabkan kedisiplinan dan semangat kerja
yang tidak cukup baik; adanya pegawai yang memiliki usaha di luar pekerjaan
sebagai PNS untuk mengimbangi gaji PNS yang tidak tinggi; atasan kadang-kadang
terpaksa menyelesaikan sendiri pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan
oleh bawahan yang kurang sigap; masih terbatas pada disiplin administratif,
belum cukup ada korelasi antara apel/mengisi daftar hadir dengan kinerja
organisasi publik; masih adanya tindakan indisipliner dikalangan pegawai mulai
dari yang teringan sampai yang terberat; belum ada sistem yang baik untuk
menjaga disiplin termasuk penghargaan.
Berbagai perubahan dan tekanan tersebut selain menjadi
motivator dapat juga menjadi penyebab stres atau stressor. Masing-masing
individu memiliki tingkat ketahanan terhadap stres yang berbeda satu dengan
yang lain. Misalnya, ketika terdapat dua orang dihadapkan pada tekanan dan
persoalan yang sama maka orang dengan ketahanan stres yang tinggi tidak akan
mudah mengalami stres, jika dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat
ketahanan stres yang rendah. Stres dengan intensitas yang sudah tidak dapat
ditahan oleh seorang individu akan mengganggu fungsi dirinya, sedangkan apabila
dialami pegawai dan dibiarkan terus berlanjut akan menyebabkan penurunan
kinerja diri dan kinerja organisasinya, sehingga organisasi tersebut tidak akan
dapat bertahan dalam persaingan yang terjadi.
Menyadari berbagai fenomena yang menunjukkan adanya
masalah kinerja pada PNS, termasuk di jajaran Pemerintah Daerah khususnya pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta mencermati variabel-variabel yang
mempengaruhi mutu pelayanan yang berpeluang menjadi sumber permasalahan kinerja
tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melihat hubungan variabel yang
mempengaruhi mutu pelayanan tersebut yaitu efikasi diri sehingga memberi judul
penelitian ini “Peran Efikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah”.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
konteks penelitian di atas peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana
peran Efikasi Diri Pegawai terhadap Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah?”.
C.
Tujuan Penelitian
Dengan
bertolak pada rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui bagaimana peran Efikasi Diri Pegawai terhadap
Mutu Pelayanan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi:
1. Instansi
Dapat mengidentifikasi
kemampuan staf dan pegawai dalam pemantapan efikasi diri, sehingga memungkinkan
terciptanya kemudahan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan yang berharga bagi instansi untuk
mengetahui dalam bidang mana perhatian dapat lebih diarahkan guna ikut
menciptakan supervisi yang lebih mengena pada apa yang diharapkan oleh staf dan
pegawai.
2. Staf dan Pegawai
Sebagai
masukan yang berharga untuk mengetahui kualitas dan kemampuannya dalam mengontrol
diri melalui pengetahuan tentang efikasi diri sehingga terdorong untuk dapat
meningkatkan profesionalismenya lebih lanjut. Selain itu dapat memacu kesadaran
akan pentingnya efikasi diri dalam mengontrol stress di tempat kerja sehingga pelayanan
kepada masyarakat dapat optimal.
3. Peneliti
Sebagai sarana
untuk memperdalam pengetahuan peneliti khususnya yang berkaitan dengan efikasi
diri sebagai salah satu variable penting yang dibutuhkan staf dan pegawai dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
E.
Definisi Operasional
Agar tidak
terjadi penafsiran yang berbeda tentang istilah yang digunakan dalam penelitian
ini ada definisi operasional sebagai berikut:
1. Efikasi
diri merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan diri individu mengenai kemampuannya
untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,
menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan
tertentu.
2. Mutu
Pelayanan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
rasa puas pada diri setiap pelanggan atau tamu. Makin sempurna kepuasan
tersebut, makin baik pula mutu pelayanan dimaksud.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pemahaman Efikasi
Diri
1. Pengertian dan Tingkatan Efikasi Diri
Efikasi
diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh
dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi
individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.
Secara etimologis, efikasi diri merupakan satu kesatuan
arti yang diterjemahkan dari bahasa inggris, yakni Self Efficacy. Efficacy didefenisikan sebagai kapasitas untuk mendapatkan hasil atau
pengaruh yang diinginkannya, dan self sebagai orang yang dirujuk
(Wallatey, 2001:2). Defenisi ini merujuk pada orang yang mempunyai kapasitas
yang digunakan untuk mendapatkan hasil atau pengaruh yang diinginkannya. Namun
defenisi yang dikemukakan tersebut nampak masih bersifat umum.
Efikasi diri (self
efficacy) diperkenalkan oleh seorang tokoh bernama Bandura yang
mendefinisikan bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai kemampuan
dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan untuk mencapai hasil tertentu (J.
Feist and G.J. Feist, 2008: 308).
Kata efikasi
berkaitan dengan kebiasaan hidup manusia yang didasarkan atas prinsip-prinsip
karakter, seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pembatasan diri,
keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan dan kesopanan yang
seharusnya dikembangkan dari dalam diri menuju ke luar diri, bukan dengan
pemaksaan dari luar ke dalam diri manusia. Seseorang dikatakan efektif apabila
individu dapat memecahkan masalah dengan efektif, memaksimumkan peluang, dan
terus menerus belajar serta memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral
pertumbuhan.
Efikasi diri
mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan imbalan maupun ketika
karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi efikasi diri maka makin
besar motivasi dan kinerja. Menurut Cherrington (1994:79) bahwa efikasi diri
didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dengan kemampuannya untuk
melaksanakan suatu tugas yang spesifik. Diakuinya bahwa dalam beberapa hal
konsep efikasi diri serupa dengan self-esteem dan locus of control.
Namun, efikasi diri adalah menyangkut tugas yang spesifik dibandingkan dengan
persepsi umum dari keseluruhan kompetensi. Subtansial defenisi efikasi diri di
atas, dapat dikatakan lebih spesifik dan secara hakiki mempunyai perbedaan arti
dengan self-esteem.
Dalam kehidupan
sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang
menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Lebih dari
seratus penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan produktivitas
pekerja. Ketika masalah-masalah muncul, perasaan efikasi diri yang
kuat mendorong para pekerja untuk tetap tenang dan mencari solusi daripada
merenung ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan menghasilkan prestasi.
Sehingga, dari sini menunjukkan bahwa efikasi diri berbanding lurus dengan
kinerja dalam arti untuk meraih suatu prestasi.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan suatu keyakinan terhadap diri
sendiri yang muncul dalam menyelesaikan/mengatasi beraneka ragam situasi yang
muncul dalam hidupnya.
Keyakinan kepada
kemampuan sendiri mempengaruhi motivasi pribadi, makin tinggi efikasi diri maka
tingkat stres makin rendah. Sebaliknya, makin tinggi keyakinan kepada kemampuan
sendiri, maka makin kokoh tekadnya untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Keyakinan
kepada efikasi mempengaruhi tingkat tantangan dalam menyelesaikan tugas. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa bukan hanya kemampuan kerja yang menentukan
keberhasilan pelaksanaan tugas, melainkan juga ditentukan oleh tingkat
keyakinan pada kemampuan sehingga dapat menambah intensitas motivasi dan
kegigihan kerja karyawan. Defenisi tersebut dikaitkan dengan pengambilan
keputusan atas kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi di
masa mendatang.
Di dalam
melaksanakan berbagai tugas, orang yang mempunyai efikasi diri tinggi adalah
sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Mereka yang mempunyai efikasi diri
dengan senang hati menyongsong tantangan, sedangkan mereka yang peragu
mencobapun tidak bisa, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang
sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi,
sedangkan keraguan menurunkannya. Tingkat efikasi diri merupakan alat prediksi
yang lebih tepat untuk kinerja seseorang dibandingkan keterampilan atau
pelatihan yang dimiliki sebelum seseorang dipekerjakan (Goleman,1999:111).
Tingkat efikasi diri ditentukan oleh pengalaman sebelumnya (kesuksesan dan
kegagalan), pengalaman yang diakui oleh orang lain (dengan mengamati kesuksesan
dan kegagalan orang lain), persuasi verbal (dari teman, kolega, saudara) dan
keadaan emosi (kekhawatiran). Persepsi yang dimiliki oleh seseorang terhadap
kemampuannya untuk melaksanakan tugas akan meningkatkan kemungkinan tugas
tersebut dapat diselesaikan dengan sukses.
Tinggi atau
rendahnya efikasi diri menurut Kreitner dan Kinicky (2013:124), dikombinasikan
dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat
kemungkinan prediksi tingkah laku sebagai berikut:
Tabel
Kombinasi Efikasi Diri Dengan Lingkungan Sebagai Prediktor Tingkah Laku
Efikasi
|
Lingkungan
|
Prediksi Tingkah Laku
|
Tinggi
|
Resposif
|
Sukses, melaksanakan tugas sesuai dengan
kemampuannya
|
Rendah
|
Tidak
Responsif
|
Depresi, melihat orang lain suses pada tugas
yang dianggapnya sulit
|
Tinggi
|
Tidak
Responsif
|
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi
resposif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan
|
Rendah
|
Responsif
|
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak
mampu.
|
Sumber:
Kreitner dan Kinicky (2013:124).
Dari tabel di atas
terlihat bahwa tingkah laku seseorang dapat diprediksi dari tingkat atau tinggi
rendahnya efikasi diri seseorang dengan lingkungannya. Dari situ dapat kita
lihat bahwa ketika seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi, kemudian
lingkungannya merespon atau mendukung untuk itu maka dapat diprediksi bahwa ia
akan mengatasi situasi yang dihadapi. Sebaliknya, seseorang yang memiliki
efikasi diri rendah, dan situasi lingkungan yang tidak resposif/mendukung untuk
itu, maka ia akan menjadi depresi melihat orang lain mampu mengatasi situasi
yang dianggapnya sulit.
Apabila tingkat
efikasi diri seseorang tinggi, namun lingkungannya tidak responsif, maka ia
akan melakukan upaya-upaya untuk mengatasi situasi yang dihadapinya. Namun,
ketika lingkungannya responsif namun efikasi diri nya rendah, maka ia justru
akan menjadi apatis, pasrah dan merasa tidak mampu. Sehingga, dengan demikian
efikasi diri dapat mempengaruhi terhadap perilaku yang selanjutnya jika
dihubungkan dengan kinerja akan dapat mempengaruhi terhadap hasil kinerjanya.
Bandura (1997:195)
menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan dikembangkan
dari empat sumber informasi. Pada dasarnya, keempat sumber tersebut adalah
stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif
untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Adapun
sumber-sumber efikasi diri tersebut adalah:
a. Enactive Attainment and Performance Accomplishment (Pengalaman Keberhasilan dan Pencapaian Prestasi), yaitu
sumber ekspektasi efikasi diri yang penting karena berdasar pengalaman individu
secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi akan terdorong
meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman
keberhasilan individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha
mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.
b. Vicarious Experience (Pengalaman
Orang Lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses
belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat,
terutama jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih
baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai
kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatnya efikasi diri
individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi.
Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi
model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan
model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta
keanekaragaman yang dicapai oleh model.
c. Verbal Persuasion (Persuasi
Verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia
dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini
dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan
kesuksesan. Akan tetapi, efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya
tidak bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis
yang tidak menyenangkan.
d. Physiological State and Emotional Arousal (Keadaan Fisiologis dan Psikologis), yaitu situasi yang
menekan kondisi emosional. Gejolak emosi, kegelisahan yang mendalam, dan
keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai
suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kecemasan dan
stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering
diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya, seseorang cenderung akan
mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan
tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya.
Karena itu, efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat
stress dan kecemasan. Sebaliknya, efikasi diri yang rendah ditandai oleh tingkat stress
dan kecemasan yang tinggi pula.
Efikasi diri yang
dimiliki seseorang akan berbeda-beda, hal ini terletak pada 3 (tiga) aspek
(Bandura, 1997:68) yaitu magnitude (tingkat kesulitan tugas), strength (kekuatan
keyakinan), dan generality (generalitas). Dimana,
masing-masing aspek mempunyai implikasi penting di dalam kinerja individu.
Menurut Bandura (1997:200) terdapat 4 (empat) proses yang mempengaruhi efikasi
diri yaitu kognitif, motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi. Keempat
hal tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:
a. Kognitif
Proses
kognitif merupaka proses berfikir, didalamya termasuk pemerolehan,
pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan tindakan manusia bermula
dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memiliki
Efikasi Diri yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan.
Sebaliknya individu yang Efikasi Diri-nya rendah lebih banyak
membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan
(Bandura, 1997: 202). Bentuk tujuan personal juga dipengaruhi oleh penilaian
akan kemampuan diri. Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu maka
individu akan semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannnya dan
semakin kuat komitmen individu terhadap tujuannya (Bandura, 1997: 202).
b. Proses
Motivasional
Kebanyakan
motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Individu memberi
motivasi/dorongan bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan
melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri
dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan
yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan,
seberapa tahan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanan mereka
dalam menghadapi kegagalan (Bandura, 1997: 204).
c. Afeksi
Proses
afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi emosional. Menurut
Bandura (1997: 206), keyakinan individu akan coping mereka
turut mempengaruhi level stres dan depresi seseorang saat mereka menghadapi
situasi yang sulit. Persepsi Efikasi Diri tentang kemampuannya mengontrol
sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan.
Individu yang percaya akan kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung
tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Individu yang merasa tidak mampu
mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu
memikirkan kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh dengan
ancaman, membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil
yang sebenarnya jarang terjadi (Bandura, 1997: 207).
d. Proses
Pemilihan/Seleksi
Kemampuan
individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu turut mempengaruhi efek
dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi
yang diluar batas kemampuan mereka.Bila individu merasa yakin bahwa mereka
mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi
tersebut. Dengan adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat
meningkatkan kemampuan, minat, dan hubungan sosial mereka (Bandura, 1997:
210).
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum
adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam
situasi yang muncul dalam hidupnya. Efikasi diri tidak berkaitan dengan
kecakapan yang ia miliki seberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.
Oleh karena itu, perilaku satu individu akan berbeda dengan individu yang lain
hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara masing-masing yang terletak pada 3
(tiga) aspek yaitu: magnitude
(tingkat kesulitan tugas), strength
(kekuatan keyakinan), dan generality
(generalitas). Terdapat 4 (empat) proses yang mempengaruhi efikasi diri, yaitu
proses kognitif, proses motivasional, proses afeksi, dan proses
pemilihan/seleksi.
2. Efikasi Diri dan Kinerja Pegawai dalam Suatu
Organisasi
Melihat dari dimensi
tersebut dapat dikatakan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh terhadap coping stres pada seseorang. Individu
dengan self-efficacy yang tinggi akan cenderung memilih
strategi coping yang fokus pada masalah (problem focused coping) dan sebaliknya individu yang
memilih strategi coping yang berfokus pada emosi (emotional focused coping) cenderung memiliki kepercayaan
terhadap kemampuan diri yang rendah dalam menagani masalah.
Self-efficacy dan coping merupakan dua faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat stres yang dialami seseorang, individu dengan self-efficacy yang rendah akan rentan dalam
menghadapi tekanan, mereka cenderung akan menyerah dan mengalami stres.
Sedangkan individu dengan self-efficacy yang tinggi akan akan bangkit dan
bertahan saat menghadapi tantangan, mereka akan memasuki situasi yang penuh
tekanan dengan percaya diri sehingga dapat menahan reaksi stres.
Seperti telah
diuraikan sebelumnya bahwa stres yang dialami pegawai akan berdampak pada penurunan
kinerjanya dan kinerja organisasi sehingga dapat menurunkan pelayanan
publik kepada masyarakat.
Organisasi
merupakan suatu bentuk kerjasama sekelompok manusia atau orang di bidang
tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Etzioni dalam Parsons, 2008:3). Lebih lanjut Etzioni,
menjelaskan bahwa organisasi memiliki ciri-ciri : a) adanya pembagian kerja,
kekuasaan dan tanggungjawab berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk
mempertinggi realisasi tujuan khusus, b) adanya satu atau lebih pusat kekuasaan
yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan
pengawasan. Usaha tersebut untuk mencapai tujuan organisasi, pusat kekuasaan
ini juga harus menunjuk secara terus menerus pelaksanaan organisasi dan menata
kembali strukturnya untuk meningkatkan efisiensi. c) pengaturan personil
misalnya orang-orang yang bekerja secara tidak memuaskan dapat dipindahkan dan
kemudian mengangkat pegawai lain untuk melaksanakan tugasnya.
Sedangkan Henry
(1995:17) mengatakan bahwa organisasi merupakan suatu koneksitas manusia yang
kompleks dan dibentuk untuk tujuan tertentu, dimana hubungan antara anggotanya
bersifat resmi (impersonal), ditandai
oleh aktivitas kerjasama, terintegrasi dalam lingkungan yang lebih luas,
memberikan pelayanan dan produk tertentu dan tanggungjawab kepada hubungan
dengan lingkungannya.
Sesuai dengan
konsep di atas, maka dalam konteks penelitian ini organisasi yang dimaksud
adalah organisasi Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan yang
merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pelayanan pendidikan dan kebudayaan di lingkup Kabupaten Maluku
Tengah.
Ada beberapa pendapat yang mendefinisikan
tentang kinerja organisasi, dapat peneliti kemukakan
sebagai berikut.
Jackson, Morgan dan Paolillo dalam Ndraha (2010:250) mengemukakan bahwa kinerja
pada umumnya menunjukkan tingkat tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, yang
hendak dicapai. Rue and Byar (dalam Keban, 2004: 1) menyebutkan bahwa kinerja (performance)
didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of accomplishment“
atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara
berkesinambungan.
Selain itu
Bernadin dan Russel sebagaimana dikutip Jones (2004: 92) lebih rinci memberikan
batasan mengenai kinerja yakni dampak yang dihasilkan dari fungsi suatu
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu. Menurut Peter
Jennergen (dalam Steers, 1985: 21) pengertian kinerja organisasi adalah tingkat
yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara
aktual dan misi organisasi tercapai.
Dengan demikian
dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep
utama organisasi yang menunjukan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan
tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian
ini, maka pengertian kinerja merupakan tingkat kemampuan staf dan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Maluku Tengah dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan visi dan misinya.
Banyak pendapat
mengenai pengukuran kinerja, menurut LAN (2011:7) pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan
metode Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Metode ini menggunakan
indikator kinerja sebagai dasar penetapan capaian kinerja. Untuk pengukuran
kinerja digunakan formulir Pengukuran Kinerja (PK). Penetapan indikator
didasarkan pada masukan (inputs),
keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah dan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Dalam kontek
penelitian ini maka konsep yang akan digunakan untuk mengukur kinerja organisasi
adalah konsep yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah dan berdasakan data empiris di lapangan (actionable causes), yaitu Akuntabilitas,
Responsibilitas dan responsivitas sebagaimana pendapat Lenvine dalam Dwiyanto
(2008: 51).
Berdasarkan
kerangka pemikiran di atas, maka peneliti dapat memberikan gambaran tentang
paradigma penelitian serbagai berikut :
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,
2007:6).
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif.
Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada
penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai peran efikasi
diri pegawai terhadap mutu pelayanan secara mendalam dan komprehensif. Selain
itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan dapat diungkapkan situasi dan
permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan partisipasi orang tua ini.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang efikasi diri pegawai terhadap mutu
pelayanan ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku
Tengah.
Kegiatan penelitian ini dimulai terhitung akan dimulai sejak
proposal ini telah melalui seminar dan disahkan.
C. Objek Penelitian
Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial
penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek
penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity)
orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu
(Sugiyono, 2007:215).
Obyek dari penelitian ini meliputi masyakarat/tamu yang
datang karena ada keperluan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku
Tengah yang kaitannya dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel
mutu pelayanan.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya
sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Suharsimi Arikunto,
2002:107). Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang
memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk partisipasi, pelaksanaan
partisipasi, manfaat partisipasi dan faktor yang mempengaruhi partisipasi dalam
pembelajaran.
Subjek dalam penelitian ini
adalah Staf dan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku
Tengah yang kaitannya dalam penelitian ini adalah untuk melihat variabel
efikasi diri.
E. Metode Pengumpulan Data
Burhan Bungin (ed) (2003: 42), menjelaskan metode
pengumpulan data adalah “dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan
dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi
yang valid dan reliable”.
Suharsimi Arikunto (2002:136), berpendapat bahwa “metode
penelitian adalah berbagai cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya”. Cara yang dimaksud adalah wawancara, dan studi dokumentasi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
1. Metode
Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun
bahan keterangan yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan secara sepihak
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditetapkan. Anas
Sudijono (1996: 82) ada beberapa kelebihan pengumpulan data melalui
wawancara, diantaranya pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan
peserta yang akan dinilai, data diperoleh secara mendalam, yang diinterview
bisa mengungkapkan isi hatinya secara lebih luas, pertanyaan yang tidak jelas
bisa diulang dan diarahkan yang lebih bermakna.
Wawancara dilakukan secara mendalam
dan tidak terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di
buat. Teknik wawancara digunakan untuk mengungkapkan data tentang mutu
pelayanan yang dilihat dari kepuasan masyarakat/tamu selama mendapatkan
pelayanan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.
2. Metode
Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2002:206) metode
dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Hadari
Nawawi (2005:133) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara pengumpulan
data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga
buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.
Dalam penelitian ini, dokumentasi
diperoleh dari arsip kegiatan, dan arsip staf dan pegawai serta dokumentasi
masyarakat/tamu yang datang ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku
Tengah.
F. Instrumen Penelitian
Suharsimi Arikunto (2002: 136), menyatakan bahwa instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam
arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan, maka
instrumen penelitian ini menggunakan panduan wawancara dan panduan dokumentasi.
Berikut adalah tabel kisi-kisi
panduan wawancara dan dokumentasi.
Tabel 3. Kisi-Kisi Panduan
Wawancara
|
||
No
|
Sub Variabel
|
Indikator
|
1
|
Efikasi Diri
|
1.
Pengalaman
yang telah dilalui
2.
Pengalaman
orang lain
3.
Persuasi
verbal
4.
Keadaan
fisiologis dan emosi
|
2
|
Mutu Pelayanan
|
1. Emphaty:
berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai dengan kebutuhan
klien
2. Reliability:
kemampuan provider untuk memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat
3.
Responsiveness: cepat tanggap, keinginan
untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera
4.
Communication: selalu memberikan informasi
yang sebaik baiknya dan mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh klien
5.
Caring: mudah dihubungi dan selalu
memberikan perhatian kepada klien
|
G. Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena
itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui
keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan
triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007:330).
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan triangulasi
dengan sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan sumber berarti membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2007:29).
Triangulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak
bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah
diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk
deskriptif.
Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan
uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya
kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok
penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin
(2003:70), yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.
Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
wawancara dan studi dokumentasi.
2.
Reduksi
Data (Data Reduction)
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data
dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat
gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan
data/informasi yang tidak relevan.
3.
Display
Data
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya
juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.
4.
Verifikasi
dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification) Merupakan
kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan
interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.
Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat
aktivitas analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif
merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait.
Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam
bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan
atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya
saja.
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut
dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang
ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi,
dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang
didukung dengan studi dokumentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Amstrong,
Michael. 1988. Menjadi Manajer yang lebih
baik lagi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Bandura. 1997. Self-Efficacy (The Exercise Of Control). New York: W.H. Freeman and Company.
Bryson, John M.
(Penerjemah M. Miftahudin). 1999. Perencanaan
Strategi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dwiyanto, Agus.
2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Gajah Mada Univ ersity Press.
Flippo, Edwin B.
1987. Manajemen Personalia, edisi
keenam, Jakarta: Erlangga.
Goleman, D.
terjemahan Alex Kantjono
Widodo. 1999. Kecerdasan
Emosi untuk Mencapai Puncak
Prestasi, Jakarta: PT. Gramedia,
Hasibuan, Malayu, S.P. 2007. Manajemen
Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi),
Jakarta: Bumi
Aksara.
Keban, Yeremias
T. 2004. Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.
Ndraha, Taliziduhu.
2010. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 1998. Pengembangan Sumber daya
Manusia (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan
Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Siagian, Sondang P. 2007. Teori
Pengembangan Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara.
Simamora, Henry.
1995. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: SKPN.
Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Suradinata,
Ermaya. 1996. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung: Ramadhan.
Zainum, Buchari.
1989. Manajemen dan Motivasi, Edisi
Revisi. Balai Aksara.
0 comments:
Posting Komentar