PENGARUH PERENDAMAN LARUTAN BAWANG PUTIH TERHADAP LAMANYA UMUR SIMPAN DAGING AYAM
 
 


PROPOSAL

Oleh :
WA HAMIMA WABULA
NIM : 123-842-051-20051




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP GOTONG ROYONG MASOHI
2017




PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

Judul                        :    Pengaruh Perendaman Larutan Bawang Putih Terhadap Lamanya Umur Simpan Daging Ayam
Nama mahasiswa             :    WA HAMIMA WABULA
Nomor Pokok                  :    123-842-051-20051
Program Studi                 :    Pendidikan Biologi
Jurusan                            :    Pendidikan MIPA

Masohi,      Oktober 2017
Tim Pembimbing





Dr. Z. REHENA, S,Pd., M.Kes
Pembimbing I





SIANI LAJAMALUDIN, SPd., M.Pd
Pembimbing II


Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi




UMAR NAMAKULE, S.Pd., M.Pd





KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW teladan kita semua dan tercurah juga kepada segenap keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang mengikuti sunahnya sampai akhir zaman.
            Dalam proses penyusunan proposal ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu perkenanlah penulis untuk menyampaikan yang setulus-tulusnya kepada Ketua Jurusan Pendidikan Biologi, Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk masukan dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini serta segenap dosen STKIP GOTONG ROYONG MASOHI yang telah membantu dalam penyelesaian proposal ini.
Ayahanda dan ibunda juga suami tercinta yang senantiasa dengan doa, nasehat dan curahan kasih sayang, adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan senyum kalian menambah semangat penulis serta teman-teman Biologi seangkatan yang selalu memberikan inspirasinya kepada penulis sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Dan tak lupa pula kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan proposal ini yang tidak mungkin disebut satu persatu.


Masohi,    Oktober 2017
Penulis







DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL...................................................................................      i
KATA PENGANTAR................................................................................      ii
DAFTAR ISI................................................................................................      iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang    .........................................................................    
B.     Identifikasi Masalah....................................................................     
C.     Maksud dan Tujuan Penulisan.....................................................     
D.    Kegunaan Penelitian....................................................................     
E.     Sistematikan Penulisan................................................................     


DAFTAR PUSTAKA.................................................................................     





BAB  I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bawang putih (Allium sativum) telah diketahui sejak lama dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan pengobatan (Ross et al., 2001). Zat bioaktif yang berperan sebagai antibakteri dalam bawang putih adalah allicin yang mudah menguap (volatil) dengan kandungan sulfur (Harris et al., 2001; Johnston, 2002). Komponen bioaktif lainnya adalah dialildisulfida, dan dialiltrisulfida yang juga memiliki aktivitas antibakteri (Avato et al., 2000; Tsao dan Yin 2001a; Tsao dan Yin 2001b). Aktivitas antibakteri bawang putih dapat mengendalikan bakteri-bakteri patogen, baik Gram negatif maupun positif (Sadeghian dan Ghazvini 2002; Iwalokun et al., 2004; Shokrzadeh dan Ebadi 2006; Eja et al., 2007; Jazani et al., 2007; Durairaj et al., 2009). Bawang putih dapat digunakan dalam tiga bentuk, yaitu tepung bawang putih (TBP), minyak bawang putih (MBP) dan ekstrak bawang putih (EBP) (Milner, 2001).
Tanaman bawang putih termasuk tanaman yang sangat menguntungkan di dalam pengolahan, baik dijadikan sebagai bumbu masakan maupun obat-obatan. Permintaan akan tanaman bawang putih sangat tinggi dan menempati urutan kedua setelah bawang bombai di dunia. Khusus di dalam negeri produksi bawang putih semakin meningkat seiring dengan penanganan pra panen dan pasca panen yang baik dan efisien yang dapat mengurangi kerugian dari hasil tersebut.Menurut kementrian pertanian Republik Indonesia, luas panen bawang putih di Indonesia pada tahun 2013 adalah 2.479 Ha.Produksi bawang putih pada tahun 2013 adalah 15.766 ton dan produktivitas bawang putih tahun 2013 adalah 10,22 ton/Ha (Kementrian Pertanian RI, 2013).
Pada umumnya pemanfaatan bawang putih digunakan sebagai bumbu masak seperti digunakan dalam pengolahan daging ayam.Selain digunakan sebagai bumbu masak, bawang putih juga memiliki beberapa manfaat sebagai antibakteri, antijamur, antivirus dan antiprotozoa.
Bawang putih memiliki kandungan kimia seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, sterol, saponin, alkaloid,flavonoid, dan triterpenoid. Aktivitas antimikroba bawang putih berasal dari senyawa organosulfur.Salah satu senyawa organosulfur yang bertindak sebagai antibakteri yaitu allicin.Allicinmampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun gram negatif (Safithri, 2004).
Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi, terutama protein. Nilai gizi yang tinggi mengakibatkan bahan pangan ini disukai konsumen untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sehingga setiap hari daging ayam diproduksi dalam jumlah yang banyak. Pada saat ini, kebutuhan masyarakat Indonesia akan bahan pangan ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh semakin pesatnya pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang bernilai gizi tinggi. Namun peningkatan konsumsi daging tersebut diikuti pula oleh kesadaran masyarakat untuk mendapatkan daging dengan mutu yang baik diantaranya memiliki penampakan, warna, aroma, rasa bahkan kandungan protein yang tinggi.
Daging ayam termasuk salah satu bahan pangan yang sangat rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme karena kandungan nutrisinya yang cukup tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme.Daging mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral dan sedikit karbohidrat. Kandungan air yang tinggi dalam daging ayam, juga menjadikan bahan pangan ini sebagai salah satu media yang sangat ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Daging ayam yang sudah terkontaminasi oleh mikroorganisme akan mengalami kerusakan dan penurunan daya simpan, sehingga menurunkan kualitas dari pada bahan pangan tersebut. Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas dan daya simpan pada daging ayam dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan pada daging ayam tersebut. Perlakuan yang biasa dilakukan adalah dengan penambahan bahan pengawet.Umumnya pada saat ini bahan pengawet yang banyak digunakan adalah bahan pengawet sintetis, sehingga kurang baik untuk kesehatan konsumen.Oleh karena itu, bahan pengawet alami bisa menjadi alternatif terbaik yang dapat digunakan untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan daging ayam serta tidak membahayakan kesehatan konsumen. Salah satu bahan pengawet alami tersebut adalah dengan menggunakan bawang putih (Bayu, 2011).
Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap keamanan makanan yang mereka konsumsi, penelitian telah banyak diarahkan untuk menemukan bahan pengawet baru yang dapat mengawetkan produk pangan dengan baik dan aman bagi kesehatan. Saat ini sedang dikembangkan metode pengawetan dengan menggunakan asam-asam organik, karena dengan menurunkan pH menciptakan lingkungan yang tidak disukai oleh mikroba untuk tumbuh. Asam organik yang sering digunakan untuk mengawetkan seperti asam askorbat, asam asetat, asam sitrat, dan asam laktat.
Asam organik yang digunakan pada penelitian ini adalah asam asetat (cuka pasar).
Rempah digunakan sebagai pemberi citarasa yang khas pada produk kulinari dan telah banyak penelitian berusaha membuktikan bahwa rempah juga dapat berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan alami. Hasil penelitian menunjukkan sifat antibakteri dan antioksidan rempah memang ada tetapi masih kurang efektif dibandingkan dengan senyawa sintetis yang beredar di pasaran. Penggunaan rempah pada penelitian ini dititikberatkan kepada sifat rempah yang memiliki citarasa yang kuat dan khas, digunakan untuk menutupi rasa asam dari asam organik, dan tidak mempengaruhi sifat antimikroba dari asam organik itu sendiri. Rempah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum LINN) yang merupakan ingredien umum dalam pembuatan daging ayam.
Pembuatan pengawet yang dengan menggunakan ekstrak bawang putih diharapkan efektif meningkatkan umur simpan daging ayam dan penggunaannya lebih murah secara ekonomi dibandingkan dengan pengawet sintetik yang beredar di pasaran dan diterima secara sensori, sehingga penggunaan pengawet yang dilarang dan membahayakan kesehatan dapat dikurangi atau bahkan dapat dihilangkan dari tengah masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut dengan judul “Pengaruh Perendaman Larutan Bawang Putih Terhadap Lamanya Umur Simpan Daging Ayam”.
1.2  Perumusan  Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Perendaman Daging Ayam Dengan Menggunakan Larutan Bawang Putih Berpengaruh Terhadap Lamanya Umur Simpan Daging Ayam?”.

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh perendaman daging ayam dengan menggunakan larutan bawang putih terhadap lamanya umur simpan daging ayam?

1.4  Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan bahan pengawet yang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme, meningkatkan umur simpan, dapat diaplikasikan oleh masyarakat, tidak berdampak negatif terhadap kesehatan, dan relatif lebih murah dibandingkan dengan pengawet makanan yang beredar sekarang.



1.5  Kerangka Teori
A.    Rempah
Rempah-rempah adalah bahan asal tumbuh-tumbuhan yang biasa dicampurkan ke dalam berbagai makanan untuk memberi aroma atau flavor dan membangkitkan selera makan. Rempah-rempah diklasifikasikan menjadi kategori, yaitu: 1) species Aromata yaitu rempah-rempah yang digunakan sebagai wangi-wangian, seperti kapulaga, kayu manis, dan sweet marjoram; 2) species Thumiamata yaitu rempah yang digunakan untuk dupa dan kemenyan, seperti thyme, kayu manis, dan rosemary; 3) species Condimenta yaitu rempah-rempah yang digunakan untuk pembalseman dan pengawetan, seperti kayu manis, jinten, adas, cengkeh, dan sweet marjoram; 4) species Theriaca yaitu rempah-rempah yang digunakan untuk menetralkan racun, seperti adas, ketumbar, bawang putih, dan oregano (Farrel, 1985).
Peran rempah sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan rempah yang memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan. Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk makanan (Pelczar dan Reid, 1972). Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat terjadinya proses oksidasi.
Menurut Ardiansyah (2007), efek penghambatan senyawa antimikroba dari rempah-rempah tidak hanya menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi dapat juga menghambat pertumbuhan khamir seperti Candida albican dan Sacharomyces cerevisiae. Komponen-komponen aktif pada minyak thyme, minyak sage, minyak rosemary, minyak cumin, minyak caraway, dan minyak cengkeh dapat menghambat khamir dengan konsentrasi 0.5-2.0 mg/mL.
B.     Bawang Putih (Allium sativum LINN.)
Bawang putih termasuk famili Liliaceae, ordo Liliflorae, kelas  Monocotyledone, Genus Allium, dan spesies Sativum (Wibowo, 1991). Menurut Morton dan Macleod (1982), bawang putih merupakan umbi tanaman yang berukuran kecil dan sedikit keras, warnanya berbeda-beda (putih, merah muda, dan kuning) tergantung varietasnya. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan berumbi lapis atau siung bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Bawang putih pada awalnya merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, namun sekarang di Indonesia, jenis tertentu dibudidayakan di dataran rendah (Anonima, 2005).
Di bidang pangan, bawang putih banyak digunakan sebagai penyedap masakan, sedangkan di bidang farmasi bawang putih digunakan sebagai bahan pencampur obat-obatan. Bawang putih digunakan untuk mencegah infeksi lanjut pada penyakit batuk dan sebagai disinfektan bagi sejumlah penyakit (Farrell, 1985).
Suharti (2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap Salmonella typhirium. Hasilnya adalah serbuk bawang dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 μg/ml. Whitmore dan Naidu (2000) mengemukakan bahwa allisin dalam bawang putih dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak untuk menghambat mikroba pada medium cair dibandingkan dengan medium padat.
C.    Ekstraksi
Menurut Nur dan Adijuwana (1989), ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) antara dua pelarut yang saling tidak bercampur. Menurut Harborne (1987), ektraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu contoh dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif.
Penggunaan metode ekstraksi yang akan dilakukan bergantung pada beberapa hal, yaitu tujuan dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat  komponen yang akan diekstraksi, dan sifat pelarut yang diinginkan (Hougton dan Raman, 1998). Metode ekstraksi yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan pelarut. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh oleh lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang akan diekstrak, semakin sempurna proses ekstraksi.
Teknik ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi dengan pelarut organik secara bertingkat atau disebut dengan ekstraksi bertingkat. Menggunakan metode maserasi atau dengan perendaman bahan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bertingkat dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut dengan berbagai tingkat kepolaran, dimulai dengan pelarut non-polar ke pelarut polar. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah : (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, (2) pelarut organik akan cenderung melarutkan senyawa organik, dan (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam ataupun basa (Achmadi, 1992).
D.    Ekstraksi
Soeparno (1994) mendefinisikan daging sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Hewan yang dimaksud antara lain sapi, kambing, domba, ayam, itik, kuda dan kelinci. Daging ayam biasanya dijual kepada konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan karkas kiri dan kanan, seperempat karkas, atau potongan-potongan. Potongan komersial ayam broiler meliputi kaki, paha, paha atas, dada, punggung dan sayap.
Warna daging ditentukan oleh jumlah dan tipe myoglobin, status kimianya, serta kondisi fisik dan kimiawi komponen lain dalam daging (Lawrie, 1998). Reaksi kimia myoglobin dengan senyawa lain adalah faktor yang berpengaruh besar terhadap warna daging. Faktor lain yang mempengaruhi warna adalah pH. Variasi warna dada, diduga karena efek pH secara signifikan mempengaruhi daya awet, pembentukan bau, drip loss, daya mengikat air, dan susut masak (Fletcher, 1999).
Daging ayam mempunyai peranan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat seperti protein hewani. Permintaan daging ayam berkembang pesat seiring tingginya tingkat konsumsi daging ayam oleh masyarakat. Produksi daging ayam potong dalam skala besar dilakukan oleh rumah potong ayam modern dan tradisional. Tempat pendistribusian atau perusahaan rumah potong ayam (RPA) pada umumnya telah mempunyai sarana penyimpanan yang memadai, namun tidak dapat dihindari apabila terjadinya kerusakan atau kontaminasi pada saat proses pemotongan dan saat pendistribusian daging ayam. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan meminimalisir adanya kontaminasi diantaranya dengan tindakan higienis, sanitasi, refrigerasi yang baik serta penanganan yang tepat (Judge et al., 1989). Menurut suryanto (2005), sanitasi dengan jumlah mikroorganisme mempunyai hubungan yang sangat nyata yaitu makin rendah tingkat sanitasi maka makin tinggi jumlah mikroorganisme.
Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan menentukan mutu mikrobiologi dari suatu produk makanan. Jumlah dan jenis mikroorganisme pada bahan pangan dapat mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan, dan keefektifan metode pengawetan (Fardiaz, 1983). Keamanan pangan dari produk yang akan dikonsumsi sangat diperlukan terutama dalam mencegah bahan pangan dari kemungkinan terjadinya pencemaran, baik dari mikroorganisme, bahan kimia maupun benda lain yang dapat merugikan serta membahayakan kesehatan manusia.



1.6  Metode Penelitian
A.    Jenis Penelitian
Desain penelitian ini merupakan strategi dari peneliti untuk mengatur sedemikian rupa agar memperoleh data yang valid, reliable dan abash.  Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka jenis penelitian ini  dapat  digolongkan  dalam  penelitian  eksperimental. Menurut  Singarimbun  (1989:5)  penelitian  Eksperiment adalah  penelitian yang   menjelaskan   hubungan   antara   variabel-variabel   penelitian   dan melalui pengujian hipotesa.
Dalam  penelitian  jenis  ini,  hipotesis  yang  akan  dirumuskan  akan diuji untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel dalam penelitian   mengenai   pengaruh perendaman larutan bawang putih terhadap lamanya umur simpan daging ayam.
B.     Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diambil dari berbagai sumber penelitian, maka dapat ditarik suatu hipotesis yaitu diduga perendaman dengan menggunakan larutan bawang putih berpengaruh terhadap lamanya umur simpan daging ayam.
C.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan dimulai pada bulan November 2017 setelah proposal ini diseminarkan, bertempat di Laboratorium STKIP Gotong Royong Masohi, Jalan Lintas Seram, Maluku Tengah.

D.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data dari hasil pengamatan terhadap sampel daging ayam yang telah direndam dengan menggunakan larutan bawang putih.
E.     Teknik Analisis Data
a.      Uji Data
1)      Uji Validitas
Valid tidaknya suatu data dapat diketahui dengan cara membandingkan indeks product moment (r hitung) dengan nilai kritisnya yang mana r hitung didapat dengan rumus arikunto (1998:162)

KPM Angka Kasar1.png
Bila probabilitas hasil korelasi (lebih kecil dari) < r hitung, maka dinyatakan valid. Dan sebaliknya dinyatakan tidak valid apabila hasil korelasi (lebih besar dari) > r hitung.
2)      Uji reliabilitas
Instrument dikatakan reliable apabila instrument tersebut cukup daapt dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk dapat mencari reliabilitas, maka dapat digunakan rumus Alpha Cronbach (Arikunto, 1998:193).
Alpha Cronbach.jpg
b.      Analisis Regresi Sederhana
Untuk melihat pengaruh variabel bebas dan satu variabel terikat, maka dalam penelitian ini regresinya sebagai berikut :


c.       Pengujian Koefisien Persamaan Regresi
Untuk mengetahui hipotesa yang diajukan bermakna atau tidak, maka digunakan perhitungan uji statistic sebagai berikut :
1)      Uji F ( Simultan)
Untuk menguji koefisien korelasi secara bersama-sama (simultan) digunakan pendekatan dengan formula (Sugiyono, 2004:190) sebagai berikut :
k.png
R = Koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel ganda
n = jumlah anggota sampel
Pengujian dilakukan dengan menggunakan pendekatan alternative dengan nilai probabilitas kurang dari 0,05 atau P < 0,05. Adapu langkah-langkah analisis uji simultan adalah sebagai berikut :
Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan Hi ditolak, ini berarti tidak terdapat pengaruh simultan oleh variabel X dan Y.
Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan Hi diterima, ini berarti terdapat pengaruh simultan oleh variabel X dan Y.
2)      Uji t (Parsial)
Digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel, baik dari variabel bebas terhadap variable terikat tersebut signifikan secara statistic, menggunakan uji masing-masing koefisien regresi. Variabel bebas apakah mempunyai pengaruh yang bermakna atau tidak terhadap variabel terikat (Sugiyono, 2004:194)
Rumus+T+Hitung.jpg
Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan Hi ditolak, ini berarti tidak terdapat pengaruh yang bermakna oleh variabel X dan Y.
Jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Hi diterima, ini berarti terdapat pengaruh yang bermakna oleh variabel X dan Y.
3)      Uji Determinasi (R2)
Menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu variabel terhadap naik atau turunnya nilai variable lainnya. Dengan kata lain R2 untuk menunjukan arah dan tingkat keeratan hubungan. Untuk menghitung R2 digunakan rumus sebagai berikut :
korelasi2.JPG
Keterangan :

Range R2 berkisar antara 0 – 1, jika mendekati 1, maka nilai Y sangat dekat dengan garis regresi (variabel Y berhubungan dengan variabel X). dan sebaliknya, jika mendekati 0, maka nilai Y sangat jauh dengan garis regresi (variabel Y tidak berhubungan erat dengan variabel X).

0 comments:

Posting Komentar

 
Top