|
PROPOSAL
Oleh :
WA
HAMIMA WABULA
NIM : 123-842-051-20051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP GOTONG ROYONG MASOHI
PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN
Judul : Pengaruh Perendaman Larutan Bawang Putih
Terhadap Lamanya Umur Simpan Daging Ayam
Nama
mahasiswa : WA HAMIMA WABULA
Nomor
Pokok : 123-842-051-20051
Program
Studi : Pendidikan Biologi
Jurusan : Pendidikan MIPA
Masohi, Oktober 2017
Tim Pembimbing
|
|
Dr. Z. REHENA, S,Pd., M.Kes
Pembimbing I
|
SIANI LAJAMALUDIN, SPd., M.Pd
Pembimbing II
|
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
UMAR NAMAKULE, S.Pd., M.Pd
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW teladan kita semua dan tercurah juga kepada segenap keluarganya,
para sahabatnya dan seluruh umatnya yang mengikuti sunahnya sampai akhir zaman.
Dalam
proses penyusunan proposal ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai
pihak sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu perkenanlah
penulis untuk menyampaikan yang setulus-tulusnya kepada Ketua Jurusan
Pendidikan Biologi, Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, petunjuk masukan dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini serta segenap dosen STKIP GOTONG ROYONG MASOHI yang
telah membantu dalam penyelesaian proposal ini.
Ayahanda dan ibunda juga suami tercinta
yang senantiasa dengan doa, nasehat dan curahan kasih sayang, adik-adikku
tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan senyum kalian menambah
semangat penulis serta teman-teman Biologi seangkatan yang selalu memberikan
inspirasinya kepada penulis sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Dan tak
lupa pula kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan proposal ini
yang tidak mungkin disebut satu persatu.
Masohi, Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................
B. Identifikasi Masalah....................................................................
C. Maksud dan Tujuan Penulisan.....................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Sistematikan Penulisan................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang putih (Allium sativum) telah
diketahui sejak lama dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan pengobatan (Ross
et al., 2001). Zat bioaktif yang berperan sebagai antibakteri dalam bawang
putih adalah allicin yang mudah menguap (volatil) dengan kandungan sulfur
(Harris et al., 2001; Johnston, 2002). Komponen bioaktif lainnya adalah
dialildisulfida, dan dialiltrisulfida yang juga memiliki aktivitas antibakteri
(Avato et al., 2000; Tsao dan Yin 2001a; Tsao dan Yin 2001b). Aktivitas
antibakteri bawang putih dapat mengendalikan bakteri-bakteri patogen, baik Gram
negatif maupun positif (Sadeghian dan Ghazvini 2002; Iwalokun et al., 2004;
Shokrzadeh dan Ebadi 2006; Eja et al., 2007; Jazani et al., 2007; Durairaj et
al., 2009). Bawang putih dapat digunakan dalam tiga bentuk, yaitu tepung bawang
putih (TBP), minyak bawang putih (MBP) dan ekstrak bawang putih (EBP) (Milner,
2001).
Tanaman bawang putih termasuk tanaman yang sangat
menguntungkan di dalam pengolahan, baik dijadikan sebagai bumbu masakan maupun
obat-obatan. Permintaan akan tanaman bawang putih sangat tinggi dan menempati
urutan kedua setelah bawang bombai di dunia. Khusus di dalam negeri produksi
bawang putih semakin meningkat seiring dengan penanganan pra panen dan pasca
panen yang baik dan efisien yang dapat mengurangi kerugian dari hasil tersebut.Menurut
kementrian pertanian Republik Indonesia, luas panen bawang putih di Indonesia pada
tahun 2013 adalah 2.479 Ha.Produksi bawang putih pada tahun 2013 adalah 15.766
ton dan produktivitas bawang putih tahun 2013 adalah 10,22 ton/Ha (Kementrian Pertanian
RI, 2013).
Pada umumnya pemanfaatan bawang putih digunakan sebagai
bumbu masak seperti digunakan dalam pengolahan daging ayam.Selain digunakan
sebagai bumbu masak, bawang putih juga memiliki beberapa manfaat sebagai
antibakteri, antijamur, antivirus dan antiprotozoa.
Bawang putih memiliki kandungan kimia seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, sterol, saponin, alkaloid,flavonoid, dan
triterpenoid. Aktivitas antimikroba bawang putih berasal dari senyawa
organosulfur.Salah satu senyawa organosulfur yang bertindak sebagai antibakteri
yaitu allicin.Allicinmampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun
gram negatif (Safithri, 2004).
Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki
nilai gizi tinggi, terutama protein. Nilai gizi yang tinggi mengakibatkan bahan
pangan ini disukai konsumen untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sehingga
setiap hari daging ayam diproduksi dalam jumlah yang banyak. Pada saat ini,
kebutuhan masyarakat Indonesia akan bahan pangan ini terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh semakin pesatnya
pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan
pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang bernilai gizi tinggi. Namun
peningkatan konsumsi daging tersebut diikuti pula oleh kesadaran masyarakat
untuk mendapatkan daging dengan mutu yang baik diantaranya memiliki penampakan,
warna, aroma, rasa bahkan kandungan protein yang tinggi.
Daging ayam termasuk salah satu bahan pangan yang sangat
rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme karena kandungan nutrisinya yang
cukup tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi
mikroorganisme.Daging mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral
dan sedikit karbohidrat. Kandungan air yang tinggi dalam daging ayam, juga
menjadikan bahan pangan ini sebagai salah satu media yang sangat ideal bagi
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Daging ayam yang sudah
terkontaminasi oleh mikroorganisme akan mengalami kerusakan dan penurunan daya
simpan, sehingga menurunkan kualitas dari pada bahan pangan tersebut. Salah
satu cara untuk mempertahankan kualitas dan daya simpan pada daging ayam dapat
dilakukan dengan memberikan perlakuan pada daging ayam tersebut. Perlakuan yang
biasa dilakukan adalah dengan penambahan bahan pengawet.Umumnya pada saat ini
bahan pengawet yang banyak digunakan adalah bahan pengawet sintetis, sehingga
kurang baik untuk kesehatan konsumen.Oleh karena itu, bahan pengawet alami bisa
menjadi alternatif terbaik yang dapat digunakan untuk mempertahankan kualitas
dan memperpanjang daya simpan daging ayam serta tidak membahayakan kesehatan
konsumen. Salah satu bahan pengawet alami tersebut adalah dengan menggunakan
bawang putih (Bayu, 2011).
Seiring
dengan meningkatnya kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap keamanan
makanan yang mereka konsumsi, penelitian telah banyak diarahkan untuk menemukan
bahan pengawet baru yang dapat mengawetkan produk pangan dengan baik dan aman
bagi kesehatan. Saat ini sedang dikembangkan metode pengawetan dengan
menggunakan asam-asam organik, karena dengan menurunkan pH menciptakan
lingkungan yang tidak disukai oleh mikroba untuk tumbuh. Asam organik yang
sering digunakan untuk mengawetkan seperti asam askorbat, asam asetat, asam
sitrat, dan asam laktat.
Asam
organik yang digunakan pada penelitian ini adalah asam asetat (cuka pasar).
Rempah
digunakan sebagai pemberi citarasa yang khas pada produk kulinari dan telah
banyak penelitian berusaha membuktikan bahwa rempah juga dapat berfungsi
sebagai antibakteri dan antioksidan alami. Hasil penelitian menunjukkan sifat
antibakteri dan antioksidan rempah memang ada tetapi masih kurang efektif
dibandingkan dengan senyawa sintetis yang beredar di pasaran. Penggunaan rempah
pada penelitian ini dititikberatkan kepada sifat rempah yang memiliki citarasa
yang kuat dan khas, digunakan untuk menutupi rasa asam dari asam organik, dan
tidak mempengaruhi sifat antimikroba dari asam organik itu sendiri. Rempah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum LINN)
yang merupakan ingredien umum dalam pembuatan daging ayam.
Pembuatan
pengawet yang dengan menggunakan ekstrak bawang putih diharapkan efektif
meningkatkan umur simpan daging ayam dan penggunaannya lebih murah secara
ekonomi dibandingkan dengan pengawet sintetik yang beredar di pasaran dan
diterima secara sensori, sehingga penggunaan pengawet yang dilarang dan
membahayakan kesehatan dapat
dikurangi atau bahkan dapat dihilangkan dari tengah masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
tertarik mengadakan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan
tersebut dengan judul “Pengaruh Perendaman Larutan Bawang Putih Terhadap
Lamanya Umur Simpan Daging Ayam”.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Perendaman
Daging Ayam Dengan Menggunakan Larutan Bawang Putih Berpengaruh Terhadap
Lamanya Umur Simpan Daging Ayam?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk
mengetahui apakah ada pengaruh perendaman daging ayam dengan menggunakan
larutan bawang putih terhadap lamanya umur simpan daging ayam?
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menemukan bahan pengawet yang efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, meningkatkan umur simpan, dapat
diaplikasikan oleh masyarakat, tidak berdampak negatif terhadap kesehatan, dan
relatif lebih murah dibandingkan dengan pengawet makanan yang beredar sekarang.
1.5 Kerangka Teori
A.
Rempah
Rempah-rempah
adalah bahan asal tumbuh-tumbuhan yang biasa dicampurkan ke dalam berbagai
makanan untuk memberi aroma atau flavor dan membangkitkan selera makan.
Rempah-rempah diklasifikasikan menjadi kategori, yaitu: 1) species Aromata yaitu
rempah-rempah yang digunakan sebagai wangi-wangian, seperti kapulaga, kayu
manis, dan sweet marjoram; 2) species Thumiamata yaitu rempah
yang digunakan untuk dupa dan kemenyan, seperti thyme, kayu manis, dan rosemary;
3) species Condimenta yaitu rempah-rempah yang digunakan untuk
pembalseman dan pengawetan, seperti kayu manis, jinten, adas, cengkeh, dan sweet
marjoram; 4) species Theriaca yaitu rempah-rempah yang digunakan
untuk menetralkan racun, seperti adas, ketumbar, bawang putih, dan oregano
(Farrel, 1985).
Peran rempah
sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan rempah yang memiliki
aktivitas antimikroba dan antioksidan. Antimikroba adalah senyawa biologis atau
kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya
mikroba perusak dan pembusuk makanan (Pelczar dan Reid, 1972). Antioksidan
adalah senyawa yang dapat menghambat terjadinya proses oksidasi.
Menurut
Ardiansyah (2007), efek penghambatan senyawa antimikroba dari rempah-rempah
tidak hanya menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi dapat juga menghambat
pertumbuhan khamir seperti Candida albican dan Sacharomyces
cerevisiae. Komponen-komponen aktif pada minyak thyme, minyak sage, minyak rosemary,
minyak cumin, minyak caraway, dan minyak cengkeh dapat menghambat
khamir dengan konsentrasi 0.5-2.0 mg/mL.
B.
Bawang Putih (Allium sativum LINN.)
Bawang
putih termasuk famili Liliaceae, ordo Liliflorae, kelas Monocotyledone, Genus Allium,
dan spesies Sativum (Wibowo, 1991). Menurut Morton dan Macleod (1982),
bawang putih merupakan umbi tanaman yang berukuran kecil dan sedikit keras,
warnanya berbeda-beda (putih, merah muda, dan kuning) tergantung varietasnya.
Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan berumbi lapis atau siung bersusun.
Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm,
mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya
mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Bawang putih pada awalnya merupakan
tumbuhan daerah dataran tinggi, namun sekarang di Indonesia, jenis tertentu
dibudidayakan di dataran rendah (Anonima, 2005).
Di
bidang pangan, bawang putih banyak digunakan sebagai penyedap masakan, sedangkan
di bidang farmasi bawang putih digunakan sebagai bahan pencampur obat-obatan.
Bawang putih digunakan untuk mencegah infeksi lanjut pada penyakit batuk dan
sebagai disinfektan bagi sejumlah penyakit (Farrell, 1985).
Suharti
(2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap Salmonella
typhirium. Hasilnya adalah serbuk bawang dengan konsentrasi 5% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 μg/ml.
Whitmore dan Naidu (2000) mengemukakan bahwa allisin dalam bawang putih
dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak untuk menghambat mikroba pada medium cair
dibandingkan dengan medium padat.
C.
Ekstraksi
Menurut
Nur dan Adijuwana (1989), ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan zat terlarut
(solut) antara dua pelarut yang saling tidak bercampur. Menurut Harborne
(1987), ektraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu contoh
dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk
mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif.
Penggunaan
metode ekstraksi yang akan dilakukan bergantung pada beberapa hal, yaitu tujuan
dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstraksi, dan sifat
pelarut yang diinginkan (Hougton dan Raman, 1998). Metode ekstraksi yang banyak
digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan pelarut. Proses ekstraksi
dipengaruhi oleh oleh lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan.
Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang akan diekstrak,
semakin sempurna proses ekstraksi.
Teknik
ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi dengan pelarut
organik secara bertingkat atau disebut dengan ekstraksi bertingkat. Menggunakan
metode maserasi atau dengan perendaman bahan menggunakan pelarut tertentu.
Ekstraksi bertingkat dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut dengan
berbagai tingkat kepolaran, dimulai dengan pelarut non-polar ke pelarut polar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah : (1) pelarut polar
akan melarutkan senyawa polar, (2) pelarut organik akan cenderung melarutkan
senyawa organik, dan (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan
garam dari asam ataupun basa (Achmadi, 1992).
D.
Ekstraksi
Soeparno (1994) mendefinisikan daging sebagai
semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan
tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan
bagi yang memakannya. Hewan yang dimaksud antara lain sapi, kambing, domba,
ayam, itik, kuda dan kelinci. Daging ayam biasanya dijual kepada konsumen dalam
bentuk karkas utuh, belahan karkas kiri dan kanan, seperempat karkas, atau
potongan-potongan. Potongan komersial ayam broiler meliputi kaki, paha, paha
atas, dada, punggung dan sayap.
Warna daging ditentukan oleh jumlah dan tipe myoglobin,
status kimianya, serta kondisi fisik dan kimiawi komponen lain dalam daging
(Lawrie, 1998). Reaksi kimia myoglobin dengan senyawa lain adalah faktor
yang berpengaruh besar terhadap warna daging. Faktor lain yang mempengaruhi
warna adalah pH. Variasi warna dada, diduga karena efek pH secara signifikan
mempengaruhi daya awet, pembentukan bau, drip loss, daya mengikat air,
dan susut masak (Fletcher, 1999).
Daging ayam mempunyai peranan penting dalam pemenuhan gizi
masyarakat seperti protein hewani. Permintaan daging ayam berkembang pesat
seiring tingginya tingkat konsumsi daging ayam oleh masyarakat. Produksi daging
ayam potong dalam skala besar dilakukan oleh rumah potong ayam modern dan
tradisional. Tempat pendistribusian atau perusahaan rumah potong ayam (RPA)
pada umumnya telah mempunyai sarana penyimpanan yang memadai, namun tidak dapat
dihindari apabila terjadinya kerusakan atau kontaminasi pada saat proses
pemotongan dan saat pendistribusian daging ayam. Tindakan pencegahan dapat
dilakukan dengan meminimalisir adanya kontaminasi diantaranya dengan tindakan
higienis, sanitasi, refrigerasi yang baik serta penanganan yang tepat (Judge et
al., 1989). Menurut suryanto (2005), sanitasi dengan jumlah mikroorganisme
mempunyai hubungan yang sangat nyata yaitu makin rendah tingkat sanitasi maka
makin tinggi jumlah mikroorganisme.
Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan
menentukan mutu mikrobiologi dari suatu produk makanan. Jumlah dan jenis
mikroorganisme pada bahan pangan dapat mencerminkan mutu bahan mentahnya,
keadaan sanitasi pada pengolahan, dan keefektifan metode pengawetan (Fardiaz,
1983). Keamanan pangan dari produk yang akan dikonsumsi sangat diperlukan
terutama dalam mencegah bahan pangan dari kemungkinan terjadinya pencemaran,
baik dari mikroorganisme, bahan kimia maupun benda lain yang dapat merugikan
serta membahayakan kesehatan manusia.
1.6 Metode Penelitian
A.
Jenis Penelitian
Desain penelitian ini merupakan strategi dari peneliti
untuk mengatur sedemikian rupa agar memperoleh data yang valid, reliable dan
abash. Berdasarkan tujuan penelitian
yang ditetapkan, maka jenis penelitian ini
dapat digolongkan dalam
penelitian eksperimental.
Menurut Singarimbun (1989:5)
penelitian Eksperiment adalah penelitian yang menjelaskan
hubungan antara variabel-variabel penelitian
dan melalui pengujian hipotesa.
Dalam
penelitian jenis ini,
hipotesis yang akan
dirumuskan akan diuji untuk
mengetahui adanya pengaruh antara variabel dalam penelitian mengenai
pengaruh perendaman larutan bawang putih terhadap lamanya umur simpan
daging ayam.
B.
Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diambil dari
berbagai sumber penelitian, maka dapat ditarik suatu hipotesis yaitu diduga
perendaman dengan menggunakan larutan bawang putih berpengaruh terhadap lamanya
umur simpan daging ayam.
C.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan dimulai pada bulan November 2017
setelah proposal ini diseminarkan, bertempat di Laboratorium STKIP Gotong
Royong Masohi, Jalan Lintas Seram, Maluku Tengah.
D.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data dari
hasil pengamatan terhadap sampel daging ayam yang telah direndam dengan
menggunakan larutan bawang putih.
E.
Teknik Analisis Data
a.
Uji Data
1)
Uji Validitas
Valid tidaknya suatu data dapat diketahui dengan cara
membandingkan indeks product moment (r hitung) dengan nilai kritisnya
yang mana r hitung didapat dengan rumus arikunto (1998:162)
Bila probabilitas hasil korelasi (lebih kecil dari) < r
hitung, maka dinyatakan valid. Dan sebaliknya dinyatakan tidak valid apabila
hasil korelasi (lebih besar dari) > r hitung.
2)
Uji reliabilitas
Instrument dikatakan reliable apabila instrument tersebut
cukup daapt dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk dapat
mencari reliabilitas, maka dapat digunakan rumus Alpha Cronbach
(Arikunto, 1998:193).
b.
Analisis Regresi Sederhana
Untuk melihat pengaruh variabel bebas dan satu variabel
terikat, maka dalam penelitian ini regresinya sebagai berikut :
c.
Pengujian Koefisien
Persamaan Regresi
Untuk mengetahui hipotesa yang diajukan bermakna atau tidak,
maka digunakan perhitungan uji statistic sebagai berikut :
1)
Uji F ( Simultan)
Untuk menguji koefisien korelasi secara bersama-sama
(simultan) digunakan pendekatan dengan formula (Sugiyono, 2004:190) sebagai
berikut :
R = Koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel ganda
n = jumlah anggota sampel
Pengujian dilakukan dengan menggunakan pendekatan alternative
dengan nilai probabilitas kurang dari 0,05 atau P < 0,05. Adapu
langkah-langkah analisis uji simultan adalah sebagai berikut :
Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan Hi
ditolak, ini berarti tidak terdapat pengaruh simultan oleh variabel X dan Y.
Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan Hi
diterima, ini berarti terdapat pengaruh simultan oleh variabel X dan Y.
2)
Uji t (Parsial)
Digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing
variabel, baik dari variabel bebas terhadap variable terikat tersebut
signifikan secara statistic, menggunakan uji masing-masing koefisien regresi.
Variabel bebas apakah mempunyai pengaruh yang bermakna atau tidak terhadap
variabel terikat (Sugiyono, 2004:194)
Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan Hi
ditolak, ini berarti tidak terdapat pengaruh yang bermakna oleh variabel X dan
Y.
Jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Hi
diterima, ini berarti terdapat pengaruh yang bermakna oleh variabel X dan Y.
3)
Uji Determinasi (R2)
Menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu variabel terhadap
naik atau turunnya nilai variable lainnya. Dengan kata lain R2 untuk
menunjukan arah dan tingkat keeratan hubungan. Untuk menghitung R2
digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Range R2 berkisar antara 0 – 1, jika mendekati 1,
maka nilai Y sangat dekat dengan garis regresi (variabel Y berhubungan dengan
variabel X). dan sebaliknya, jika mendekati 0, maka nilai Y sangat jauh dengan
garis regresi (variabel Y tidak berhubungan erat dengan variabel X).
0 comments:
Posting Komentar